Neraca Dagang Defisit Rp 14,6 T
Semester I 2018
JAKARTA – Setelah surplus dalam beberapa tahun terakhir, neraca perdagangan RI pada semester I 2018 tercatat deficit USD 1,02 miliar atau sekitar Rp 14,6 triliun. Neraca dagang defisit gara-gara tingginya impor pada Januari–Juni 2018. Merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS), impor tercatat USD 89,04 miliar dan ekspor USD 88,02 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, kenaikan ekspor secara year-on-year (yoy) lebih rendah ketimbang impor. Ekspor tumbuh 10,03 persen, sedangkan impor 12,66 persen. ’’Ini menjadi catatan bahwa impor sangat tinggi. Harus dikurangi, kalau bisa ditahan laju impornya,’’ ujarnya kemarin.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso menuturkan, tantangan Indonesia saat ini adalah ekspor. Bukan hanya ekspor jasa, tetapi juga barang. Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia juga sulit keluar dari tren defisit transaksi berjalan. ’’Kita mengalami trade deficit yang besar sehingga pemerintah perlu antisipasi,’’ katanya.
Secara bulanan, neraca perdagangan sebenarnya surplus USD 1,7 miliar. Hal itu dipicu
penurunan impor pada Juni. Yakni, ketika aktivitas dunia usaha tak setinggi bulan-bulan sebelum Ramadan dan Lebaran yang jatuh pada Mei dan Juni. Bambang melanjutkan, pemerintah masih akan berkoordinasi dengan kementerian terkait upaya penekanan defisit.
Ekonom BCA David Sumual menambahkan, Indonesia harus siap jika AS tidak lagi memberikan fasilitas bebas bea masuk dalam generalized system of preferences (GSP). Jika akhirnya review yang dilakukan AS memutuskan bahwa Indonesia tak lagi layak mendapat fasilitas tersebut, laju ekspor bisa tertahan meski impor diprediksi menurun. ’’Karena itu, Indonesia harus siap mencari pasar ekspor baru untuk mengatasi risiko laju ekspor yang tertahan,’’ ucapnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, output ekspor memang perlu ditingkatkan. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi eksternal yang tidak menentu, termasuk nilai tukar, penguatan ekspor bisa menjadi salah satu solusi. Menurut Hariyadi, sejauh ini pengusaha merasa cukup terbantu dengan kerja sama dagang yang sudah terjalin. ”Kerja sama dagang sangat efektif karena memberikan tarif yang lebih murah,” tambahnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Eksporter Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno optimistis bahwa target ekspor masih realistis untuk dicapai. Faktor penunjangnya adalah pemulihan ekonomi di mitra dagang penting seperti AS, Tiongkok, dan Uni Eropa.