Pompa Perahu Karet Dulu di Pom Bensin
Hiroshi Nomura Selamatkan 20 Korban Banjir Jepang
Beruntung perahu karet itu selalu tersimpan dalam bentuk lipatan rapi di bagasi mobil Hiroshi Nomura. Benda yang menjadi andalan saat mancing itu berubah fungsi menjadi penyelamat saat banjir melanda Mabi.
HUJAN lebat mengguyur Mabi, Distrik Kibi, Prefektur Okayama, pada 6 Juli. Nomura bersama ayah dan ibunya, Shinji dan Yumiko, tak bisa memejamkan mata. Air bagai ditumpahkan dari langit dalam volume berlimpah. Jam menunjukkan pukul 22.00 saat pemerintah setempat mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga Mabi.
Tapi, Nomura dan orang tuanya tak menurut. Mereka memilih bertahan. Saat hujan semakin lebat, pemuda 31 tahun itu membawa salah satu mobilnya ke lokasi yang lebih tinggi. ”Siapa tahu nanti dibutuhkan,” ujarnya sebagaimana dilansir Channel News Asia kemarin (16/7).
Begitu sampai ke tujuan, Nomura memarkir mobilnya. Hujan masih tetap mengguyur dengan lebatnya. Sambil menunggu hujan reda, lelaki berkacamata itu nonton laga Piala Dunia secara streaming.
Sekitar pukul 01.00, Yumiko menelepon. Dia mengabarkan bahwa air banjir telah merendam rumah mereka sampai setinggi bahu orang dewasa.
”Pagi menjelang dan saya tidak mendapat kabar lagi. Saya pulang, tapi rumah hanya terlihat atapnya,” ujarnya. Dia menyiapkan mental untuk mendengar kabar terburuk, kematian orang tuanya.
Namun, Nomura tak mau menunggu tanpa kepastian. Dia membuka bagasi mobil dan mengeluarkan perahu karet yang biasa dipakainya untuk mancing. Dia lantas menuju pom bensin terdekat untuk memompa perahu karet itu.
Berbekal perahu karet dan dua dayung, dia menyusuri banjir untuk mencari orang tuanya. Saat itu sekitar pukul 08.00. Nomura terpaksa memutar untuk sampai ke rumah. Sebab, jalur utama dipenuhi sampah dari perabot rumah yang hanyut dan sejumlah kabel listrik juga menjuntai.
”Sampai rumah, saya langsung memanggil ibu. Tapi, tidak ada respons,” kenangnya. Nomura bersiap memecahkan kaca jendela saat ayahnya menelpon bahwa mereka selamat. Termasuk kakek nenek yang tinggal serumah. Nomura pun langsung ayem.
Sebenarnya, Nomura bisa saja langsung menghampiri orang tuanya ke tempat penampungan. Tapi, hati kecilnya terusik oleh pemandangan menyedihkan di sekitarnya. Apalagi, dia melihat para tetangga melambaikan tangan, minta tolong. ”Saat melihat mereka itulah saya merasa harus membantu,” kata Nomura. Selama sekitar 4–5 jam kemudian, dia bolak-balik mendayung perahu karetnya untuk menyelamatkan para tetangga.
Dia memprioritaskan mereka yang lanjut usia lebih dulu dalam misi penyelamatan tunggal itu. ”Saya katakan pada yang lain bahwa saya akan kembali secepatnya,” ujar Nomura.
Tapi, setelah menyelamatkan orang ke-20, Nomura kelelahan. Tubuhnya lemah. Kedua tangannya mati rasa. Wajahnya juga terasa beku. Sejak menyelamatkan mobil di tengah hujan deras waktu itu, dia belum makan dan minum. Nomura pun pingsan. Dia terbaring lemas di atas perahu karetnya dan terombang-ambing banjir.
Beruntung, ada yang melihat dan menolong Nomura. Perahu karet itu didayung ke lokasi aman. Nomura lantas dilarikan ke rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa dia kelelahan dan mengalami dehidrasi. Dia harus dirawat selama tiga hari.
Beberapa saksi mengungkapkan, setelah Nomura pingsan, ada orang lain yang menggunakan perahunya dan ganti menyelamatkan para penduduk. Orang lain yang punya perahu karet melakukan hal serupa. Mereka terinspirasi Nomura. Kebaikan itu telah menular dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.