Istri Pelaku Teror Ditahan 200 Hari
Terduga Teroris Jogja, Indramayu, dan Surabaya Terhubung
JAKARTA – Aksi sejumlah terduga teroris dalam baku tembak di Jogja dan serangan di Mapolres Indramayu merupakan risiko atas langkah kepolisian mencegah teror. Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan garis batas perbedaan untuk kejadian di Jogja dan Indramayu dengan teror bom di Surabaya.
Tito mengatakan, dua insiden dalam tiga hari terakhir di Jogja dan Indramayu tersebut bukan aksi teror dengan inisiatif yang datang dari kelompok teror. Dua kejadian itu merupakan bagian dari risiko operasi Polri seperti operasi hunting dan surveillance. ”Berbeda dengan kejadian bom di Surabaya,” tutur dia saat ditemui di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, kemarin (16/7).
Aksi di Surabaya itu merupakan teror yang dilakukan karena inisiatif kelompok teror.
Lebih lanjut Tito menjelaskan, jaringan kelompok teror di Surabaya, Jogja, dan Indramayu terhubung. Untuk Surabaya dan Indramayu, teroris merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Adapun teroris di Jogja merupakan jaringan
Setiap ancaman terhadap masyarakat dan petugas bisa diantisipasi dengan kekuatan yang mematikan.” TITO KARNAVIAN Kapolri
Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). ”JAK ini mendukung JAD,” tuturnya.
Sejak terjadi aksi di Surabaya, saat ini telah ditangkap sekitar 200 terduga teroris. Sebanyak 20 orang di antaranya tewas karena melawan saat ditangkap. ”Setiap ancaman terhadap masyarakat dan petugas bisa diantisipasi dengan kekuatan yang mematikan,” tegasnya.
Untuk penerobosan Mapolres Indramayu, terlibatkah istri pelaku yang bernama Hasanah? Dia menjelaskan, sesuai dengan UU Antiterorisme yang baru, dapat dilihat apakah istri pelaku mengetahui rencana teror atau malah pembuatan bom di rumahnya. ”Dengan UU (Antiterorisme) baru, tanpa ikut-ikutan tapi mengetahui suaminya mengikuti kelompok teror, (istri pelaku, Red) dapat diproses atau ditahan selama 200 hari,” paparnya.