Jawa Pos

AHY dan Martabat Politik Pemuda

- Oleh OKKY MADASARI Novelis dan visiting fellow di National University of Singapore

hari pilkada serentak 27 Juni lalu, sesaat setelah hasil hitung cepat diumumkan, saya menulis usulan serius di Twitter untuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

Saya usul: AHY mestinya mengikuti jejak Ridwan Kamil dan Emil Dardak. Memulai dari bawah, berproses. Pemimpin masa depan yang sesungguhn­ya. AHY bisa mulai dengan menjadi bupati Pacitan.

Tweet itu langsung beredar luas. Banyak yang menyetujui, banyak yang menambah komentar-komentar lucu dan cemooh, seakan usulan saya itu memang berniat mengolok-olok dan menertawak­an AHY. Padahal, sama sekali tidak. Saya betul-betul serius.

Sebagai bagian dari generasi muda, saya cukup optimistis terhadap masa depan negeri ini saat melihat tokoh-tokoh muda berkualita­s terpilih sebagai pemimpin daerah. Ridwan Kamil dan Emil Dardak adalah dua nama yang bisa menjadi contoh.

Ridwan Kamil terpilih menjadi gubernur Jawa Barat setelah menjabat wali kota Bandung, sementara Emil Dardak terpilih sebagai wakil gubernur Jawa Timur setelah menjadi bupati Trenggalek. Dua tokoh itu samasama tumbuh dengan paparan ilmu pengetahua­n dan informasi. Keduanya mendapat pendidikan terbaik dari universita­s-universita­s terkemuka di luar negeri.

Masing-masing memiliki latar belakang keilmuan yang tak hanya berguna untuk mencapai kesuksesan karir pribadi. Tapi juga bisa dimanfaatk­an untuk masyarakat luas.

Lalu, keduanya berminat pada politik. Tentu tak ada yang salah. Itu juga bagian dari bentuk kesadaran bahwa politik selalu merupakan hulu dari semua bidang kehidupan.

Sistem demokrasi membuka kesempatan kepada siapa pun untuk ambil bagian di panggung politik. Pemilihan kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/ kota membuka semakin banyak peluang sekaligus mengingatk­an bahwa panggung politik tidak hanya ada di tingkat nasional dan Indonesia bukan hanya Jakarta.

Ridwan dan Emil menunjukka­n bagaimana caranya untuk memulai perjalanan politik. Mereka ambil kesempatan untuk membuktika­n diri di daerah. Mereka jadikan politik sebagai ajang perlombaan untuk melakukan sesuatu bagi orang-orang di daerahnya. Ketika upaya mereka terbukti dan orang percaya kepada mereka, jabatan politik yang lebih tinggi niscaya menjadi tantangan baru untuk mereka.

Politisi muda seperti Ridwan dan Emil mampu memupus apatisme banyak orang, terutama anak-anak muda, terhadap politik. Kita tak lagi hanya melihat wajah politisi generasi lama yang tak menawarkan gagasan, yang tak menunjukka­n kerja keras, apalagi semangat pengabdian.

Sayangnya, di saat yang sama, nun jauh di Jakarta, hari-hari ini kita melihat bagaimana seorang pemuda yang berkualita­s, mumpuni, dan berpotensi memimpin negeri ini justru sibuk menjadi ”boneka” politik.

Dia dimainkan ke sana kemari oleh dalang di belakangny­a. Dia mendekat ke sana kemari, berharap diambil sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Padahal, kita semua tak tahu apa yang sudah dia lakukan untuk orang banyak, untuk rakyat Indonesia. Sekadar gagasan pun tak terdengar.

Saya tak akan berusaha menutupi identitas pemuda itu. AHY namanya. Seseorang yang dulu saya yakini akan menjadi salah satu pemimpin negeri ini kini malah menjadi bagian dari pertunjuka­n sirkus kekuasaan.

Dia menjadi wajah anak muda yang mengembali­kan politik sekadar menjadi ajang negosiasi kepentinga­n elite, alih-alih menjadi ajang adu gagasan dan program. Di tengah optimisme, saya menatap masa depan negeri ini, saya menulis ini dengan segenap kesedihan. Melihat apa yang dipertonto­nkan oleh seorang pemuda yang mestinya bisa menjadi inspirasi untuk pemu- da-pemuda lain di negeri ini.

Meski demikian, saya percaya, belum terlambat bagi AHY untuk membangun karir politik yang cerdas dan bermartaba­t. Dia hanya butuh untuk kembali ke potensi dirinya, berpikir dan bertindak dengan akal dan hati nuraninya. AHY harus menunjukka­n kualitas pribadinya sebagai seorang manusia yang otonom, seorang manusia yang mampu berpikir dan bertindak merdeka.

AHY memiliki kemampuan untuk melakukan banyak hal, selain sekadar menunggu pinangan untuk menjadi wakil presiden. Menjadi bupati Pacitan tentu hanya salah satu usulan.

Tapi, jika itu bisa menjadi kenyataan, tentu bukan sebuah hal yang memalukan. Justru itu bisa menjadi kesempatan emas untuk AHY. AHY bisa menggunaka­n potensinya untuk membangun sebuah daerah yang rentan bencana dan kemiskinan menuju kemakmuran.

Jika hal seperti itu bisa terjadi, AHY akan menjadi sumber inspirasi banyak pemuda negeri ini. AHY bisa merebut kepercayaa­n rakyat dan menjadi contoh bagaimana seorang pemuda memasuki politik dengan bermartaba­t. Hanya dengan demikian, label ”pemimpin masa depan” akan disematkan oleh rakyat kepadanya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia