Jawa Pos

Bisa Contoh Keluarga Korban Feri Korsel

Gugat Pemerintah, Dapat Kompensasi

-

JAKARTA – Di Korea Selatan (Korsel), pengadilan setempat memvonis pemerintah turut bertanggun­g jawab atas tenggelamn­ya kapal feri Sewol. Karena itu, bersama operator, mereka harus membayar ganti rugi.

Terkait berbagai kecelakaan perairan belakangan, bisakah keluarga korban melakukan hal serupa seperti di Korsel? Menurut David Tobing, pengacara yang biasa melakukan gugatan kebijakan publik, bisa.

Masyarakat, katanya kepada Jawa Pos kemarin, bisa mengajukan gugatan jika ada hal-hal publik yang merugikan

”Dilihat kecelakaan­nya agar tahu melihat pihak mana yang bisa dimintai tanggung jawab. Baik itu dari pelaku usaha atau regulator,” tuturnya.

Jika ditemukan pengawasan yang lemah atau bahkan tidak ada pengawasan sama sekali, regulator harus tanggung jawab. Kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba Juni lalu bisa menjadi contoh.

Polda Sumut menetapkan empat tersangka dalam kasus yang mengakibat­kan tiga orang meninggal dan ratusan lainnya hilang itu. Selain si pemilik kapal, juga tiga petugas di dinas perhubunga­n setempat.

”Secara perdata, bisa dilakukan itu ke instansi. Ada pasal perbuatan melawan hukum. Jadi, apakah itu (gugatan, Red) penumpang atau ahli waris, bisa juga pemilik barang, dia bisa menggugat,” ujarnya.

Di Korsel, mengutip The Korea Times, pemerintah dan operator Sewol, Cheonghaej­in Marine Co, harus membayar ganti rugi 200 juta won atau setara Rp 2,5 miliar kepada setiap keluarga korban. Selain itu, ada tambahan kompensasi 40 juta won (sekitar Rp 509,3 juta) bagi orang tua korban. Untuk saudara kandung dan kakek nenek korban, pengadilan meminta pemerintah dan operator memberikan santunan 5–20 juta won (sekitar Rp 63,7 juta sampai Rp 254,6 juta).

Itu pun asosiasi keluarga korban belum puas. Sebab, pengadilan tak memvonis bersalah kantor kepresiden­an atas tragedi itu.

Sebelum Tragedi Sinar Bangun, kecelakaan kapal terjadi di perairan Makassar, Sulawesi Selatan. Dan, setelahnya, kecelakaan serupa kembali terjadi di perairan Pulau Selayar, juga di Sulawesi Selatan.

Dan, Kamis lalu (19/7), sebuah kapal nelayan juga tenggelam di Pantai Pancer, Puger, Jawa Timur. Seperti dilaporkan Jawa Pos Radar Jember, jumlah korban tewas hingga kemarin mencapai 13 orang. Dua orang lainnya belum ditemukan.

Di hari yang sama dengan insiden di Jember, di perairan Banten Selatan, tiga kapal mengalami kecelakaan dalam kurun sekitar 6,5 jam. Mengakibat­kan dua orang meninggal dan belasan lainnya hilang.

Sayang, lanjut David, keluarga korban kecelakaan seperti yang terjadi di kawasan perairan selama ini terkesan takut jika berurusan dengan ”penguasa”. Ada kalanya juga khawatir bisa digugat balik karena alasan pencemaran nama baik. ”Tidak ada larangan orang menggugat demi memperjuan­gkan haknya. Dan tidak bisa dipidanaka­n karena itu,” ujarnya.

Gelombang Tinggi Di sisi lain, pelayaran di perairan selatan Jawa dihantui gelombang tinggi hingga Agustus. Karena itu, Badan Meteorolog­i, Klimatolog­i, dan Geofisika (BMKG) dan Ditjen Perhubunga­n Laut Kementeria­n Perhubunga­n meminta masyarakat untuk waspada.

Di sisi lain, pengumuman untuk kewaspadaa­n selama pelayaran juga dikeluarka­n Direktorat Jenderal Perhubunga­n Laut. Direktur Jenderal Perhubunga­n Laut R. Agus H. Purnomo menyampaik­an bahwa secara rutin Ditjen Perhubunga­n Laut mengeluark­an maklumat pelayaran atas dasar hasil pemantauan BMKG.

Agus meminta syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di lingkungan kerja masing-masing. Informasi itu pun harus disebarlua­skan nakhoda kapal dan pengguna jasa.

 ?? JUMAI/JAWA POS RADAR JEMBER ??
JUMAI/JAWA POS RADAR JEMBER

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia