Jawa Pos

Beredar Surat Berisi ”Ancaman”

Dispendik Minta Swasta Buka Data Siswa Baru

-

SURABAYA – Problem SMP swasta minim murid makin melebar ke mana-mana. Salah satunya terkait dengan beredarnya surat pernyataan yang ditujukan kepada kepala SMP swasta. Surat tersebut diduga diberikan oleh subrayon dan pengawas. Isinya, pernyataan untuk tidak memberikan data jumlah siswa baru dan kepala sekolah bersedia menanggung segala akibatnya.

Surat tersebut beredar di kalangan kepala SMP swasta dua hari belakangan. Isinya tegas. Jika SMP swasta tidak mau membuka data jumlah siswa baru, kepala sekolah diwajibkan membuat surat penyataan itu. Bahkan, surat harus diteken kepala sekolah dengan dibubuhi meterai.

Keluarnya surat pernyataan bernada ancaman itu terjadi setelah beberapa kepala SMP swasta memprotes kasus kekurangan murid kepada pengawas dan subrayon. Maklum, siswa miskin yang biasanya mendaftar ke sekolah swasta kini banyak tersedot ke SMP negeri

J

Namun, problem tersebut kian rumit. Sebab, SMPN tidak membuka data jumlah siswa yang diterima. Hal itu dibalas sejumlah SMP swasta. Mereka juga tidak mau membuka data jumlah siswa baru yang diterima. ”Kami sudah lama minta data yang diterima di SMP negeri, tapi tidak pernah dikasih,” jelas salah seorang kepala SMP swasta kepada Jawa Pos kemarin.

Padahal, data siswa baru yang ditampung di SMP negeri penting. Setidaknya untuk melihat jumlah siswa yang tidak tertampung di SMP negeri. ”Kami begini karena tahun ini SMP swasta kekurangan banyak murid,” tutur kepala sekolah itu.

Meski ada nada ancaman, kepala sekolah tersebut mengaku telah menyetorka­n data siswanya ke subrayon. Dia sadar bahwa surat pernyataan itu jika tidak ditanggapi akan merugikan sekolahnya. Dia berharap, ketika semua data disetor, dispendik punya solusi jelas. ”Setelah data disetor, dispendik juga harus terbuka soal data SMP negeri,” terangnya.

Keluhan itu juga disampaika­n kepada kepala SMP lainnya. Dia sebenarnya tidak menerima langsung surat pernyataan bernada ancaman tersebut. Namun, dia mengetahui langsung dari grup WhatsApp kepala SMP swasta. ”Ada. Surat pernyataan itu memang ada,” jelasnya.

Dari percakapan tersebut, hampir semua kepala SMP swasta mengeluh. Mereka merasa terancam. Sebab, sebenarnya surat dengan nada ancaman semacam itu tidak perlu dikeluarka­n. ”Mau tidak mau, akhirnya mau ngirim data juga,” terangnya.

Duduk persoalan mengenai penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini bukan masalah SMP swasta. Melainkan lebih dari itu. Yakni, sistem yang tidak terbuka. Minim transparan­si. Kondisi itulah yang kini membuat suasana tidak kondusif.

Sementara itu, Jawa Pos juga berusaha meminta konfirmasi tentang kebenaran surat pernyataan yang beredar tersebut kepada Kabid Sekolah Menengah Dispendik Sudarminto melalui beberapa kali telepon dan pesan. Namun, hingga pukul 19.22, pihak dispendik belum bersedia memberikan tanggapan. Apa pun.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti sudah tahu tentang beredarnya surat itu. Menurut dia, dinas pendidikan tidak perlu melakukan hal tersebut. Tekanan tidak perlu diberikan kepada sekolah-sekolah swasta. Bila benar melakukan hal itu, dia menilai dispendik tidak bijak. ”Sekolah swasta tidak perlu takut. Kalau menyampaik­an data, sampaikan saja realitasny­a bagaimana,” ujar politikus PKS itu.

Di sisi lain, Reni masih mempertany­akan sikap dinas pendidikan yang belum mau membuka data siswa yang diterima di SMP negeri. Jika meminta data dari sekolah swasta, seharusnya dispendik juga membuka data miliknya. Terutama data siswa mitra warga. Selama ini, data tersebut dikunci rapat. Padahal, tahun lalu warga bisa melihat siapa saja yang diterima di SMP negeri. Data itu diunggah di website PPDB tahun lalu. Jika sekolah swasta dan dispendik mau membuka data tersebut, evaluasi bisa dilakukan. ”Memang seharusnya dinas dan swasta itu duduk bersama,” ucap dia.

Reni dua kali melakukan sidak ke sejumlah SMP negeri. Dia mendapati fakta bahwa sekolah negeri menerima terlalu banyak murid. Bahkan, di SMPN 29 ada 249 siswa mitra warga. Hampir separo dari total murid yang diterima. Padahal, kuota mitra warga biasanya hanya 5 persen.

 ?? GRAFIS: RIZKY JANU/JAWA POS ?? SUNYI: Suasana kelas di SMP Ganesya 1 Surabaya kemarin (20/7). Sekolah di Jalan Gembong itu tidak mendapatka­n murid baru pada tahun pelajaran ini.
GRAFIS: RIZKY JANU/JAWA POS SUNYI: Suasana kelas di SMP Ganesya 1 Surabaya kemarin (20/7). Sekolah di Jalan Gembong itu tidak mendapatka­n murid baru pada tahun pelajaran ini.
 ?? DITE SURENDRA/JAWA POS ??
DITE SURENDRA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia