Seminggu Bikin Buku Panduan dan Soal Ujian
Kompol Sugeng Purwanto, Aktor di Balik Kurikulum P4GN
Sasaran narkoba tidak mengenal usia. Karena itu, pihak berwajib merasa perlu mengenalkan jenis dan dampak buruk barang laknat itu sejak dini. Salah satunya memasukkan kurikulum mengenai bahaya narkoba ke sekolah.
HASTI EDI SUDRAJAT
KOMPOL Sugeng Purwanto asyik membaca buku di ruang kerjanya kemarin (20/7). Dimensinya sekitar 30 x 20 sentimeter. Warnanya biru muda. Buku yang dibaca kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasatreskoba) Polresta Sidoarjo itu sekilas sudah menunjukkan adanya keterkaitan dengan tanggung jawab pekerjaan.
Pada sampul depan terdapat gambar tiga jenis narkoba. Yakni, ganja, sabu-sabu, dan pil dobel L alias pil koplo. Di bawahnya terdapat tulisan ’’say no to drugs’’ warna merah yang mencolok. Slogan yang selama ini didengungkan jajaran kepolisian.
Yang menarik, di sebelah slogan tersebut terdapat namanya. Bersanding dengan nama Kapolresta Sidoarjo saat ini. Yakni, Kombespol Himawan Bayu Aji. Dua nama itu merupakan penyusun buku.
Ya, buku dengan 28 halaman tersebut adalah karya mereka. Sugeng menyusunnya bersama pimpinan. Buku itu menjadi panduan materi P4GN (pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba).
P4GN merupakan program kerja sama Polresta Sidoarjo dengan pemkab. Dengan sinergisitas tersebut, polisi kini punya lebih banyak waktu untuk memaparkan bahaya narkoba ke pelajar. ’’Dengan pertemuan intens, siswa bisa lebih paham bahaya narkoba,’’ kata Sugeng kepada Jawa Pos.
Dengan program yang diresmikan akhir tahun lalu itu, polisi punya lima kali kesempatan mendatangi sekolah yang sama dalam waktu singkat. Empat pertemuan dijadikan sebagai ajang pemaparan materi. Lalu, pertemuan terakhir dipakai sebagai ujian. ’’Jadi, siswa harus benar-benar mendengarkan saat pelajaran agar nilai ujiannya tidak jatuh,’’ tuturnya.
Beberapa tahun lalu, lanjut Sugeng, kasus narkoba yang melibatkan anak cukup tinggi. Dia dan pimpinan lantas melakukan evaluasi untuk meningkatkan pola pencegahan sejak dini. ’’Gambaran awal analisis adalah bagaimana cara narkoba bisa masuk ke kurikulum,’’ ucapnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo menyambut baik rencana tersebut. Mereka memberikan saran agar petugas fokus ke pelajar SMP. Usia ketika remaja tengah mencari identitas diri. Mereka harus bisa memastikan pergaulan pilihannya tidak salah.
Fungsi dinas tidak hanya memberikan izin agar bahaya narkoba masuk kurikulum. Mereka juga memberikan pelatihan mengajar kepada polisi. ’’Dasar pertimbangannya karena polisi sudah pasti tahu seluk-beluk narkoba,’’ jelasnya. ’’Beda dengan guru yang mungkin hanya mendapat gambaran dari sebuah referensi,” lanjutnya.
Sugeng pun merespons kerja sama itu dengan membuat buku panduan. Buku tersebut dijadikan dasar jajarannya untuk menyampaikan materi ke siswa. ’’Inti buku itu adalah mengenalkan segala jenis narkoba, dampak, dan sanksi bagi orang yang terlibat dalam peredarannya,’’ tutur polisi asal Mojosari, Mojokerto, tersebut.
Bapak dua anak itu tidak butuh waktu lama untuk menyusun buku tersebut. Kurang dari seminggu sudah selesai. Maklum, dia sudah kenyang pengalaman. Mayoritas karirnya dihabiskan di satuan yang fokus memerangi narkoba. ’’Buku internal. Di polres jajaran lain tidak ada,’’ ungkapnya.
Tidak hanya menyusun buku, polisi kelahiran 1967 itu juga membuat soal ujian bagi siswa. Sugeng mengatakan, 80 persen materi soal pilihan ganda tersebut diambil dari materi buku garapannya. Lalu, sisanya berasal dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, pejabat atau artis yang terjerumus narkoba. ’’Sebanyak 50 soal berupa pilihan ganda,’’ katanya.