Rp 353 Juta Diembat Karyawan Sipoa
Ada Pemufakatan Jahat Pihak Pemasaran
SURABAYA – Korban para oknum karyawan Sipoa Group yang menggelapkan uang cicilan pembeli terus bertambah. Data terbaru dari Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S) menyebutkan, kini ada 20 korban dalam kasus tersebut dari sebelumnya 12 orang. Nominalnya juga bertambah. Dari Rp 253 juta menjadi Rp 353 juta.
Ketua P2S Antonius Djoko Muljono mengungkapkan, data itu merupakan hasil penelusurannya kepada para anggota. Dia tak menyangka korban bakal menembus 20 orang. Menurut pria 41 tahun tersebut, ada beberapa anggota lagi yang diduga menjadi korban. Namun, datanya belum valid. ’’Kemungkinan ada tambahan sekitar tiga lagi, tapi belum fix,’’ ucapnya.
Penyimpangan perilaku karyawan Sipoa yang bisa dipidanakan itu merupakan contoh kecil dari buruknya sistem pengawasan perusahaan. Selain itu, unsur terlalu percaya para korban ikut andil. Namun, bagaimanapun, kata Antonius, hal tersebut tidak seharusnya terjadi. ’’Yang salah ya tetap yang selewengkan uang itu,’’ tegasnya.
Kuasa hukum P2S Dian Purnama Anugerah meminta para karyawan Sipoa tak lagi mangkir saat diminta untuk mengembalikan uang. Sebab, jumlah kerugian yang diderita para korban tidak sedikit. Mulai Rp 4 juta hingga Rp 76 juta. ’’Sudah rugi unit tidak terbangun ditambah rugi wanprestasi,’’ ungkapnya.
Fakta lain yang dia dapat adalah adanya kesengajaan melakukan tindak pidana seperti halnya dengan yang dilakukan para petinggi Sipoa yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Itu tergambar dalam beberapa pertemuan yang diselenggarakan pihak pemasaran Sipoa sejak akhir 2013. Saat itu Sipoa gencar- gencarnya memanggil para pembeli. Mereka ikut dijadikan tombak utama pemasaran properti.
Sumber Jawa Pos berinisial RY mengungkapkan, dirinya pernah dua kali mengikuti pertemuan para pembeli pada Januari 2014. RY merupakan pembeli satu unit apartemen di proyek Royal Afatar World. Kala itu dia diajak pihak pemasaran.
Dalam pertemuan itu, tersangka Sugiarto yang menjadi pembicara. Dia mengulas berbagai hal tentang pemasaran Sipoa. Mulai unit yang bisa ditawarkan kepada calon pembeli hingga harga promosi. Yang menjadi perhatian Ronny adalah soal legalitas Sipoa. Sebab, dia memosisikan dirinya sebagai calon pembeli.
Ronny bertanya soal izin mendirikan bangunan (IMB), sertifikat hak milik (SHM), dan akta jual beli (AJB). Semua yang ditanyakan seputar hak para pembeli. Soal legalitas transaksi. Sebab, dia baru saja menghadiri workshop ancaman bisnis properti bodong.
Jawaban yang dia terima dari Sugiarto sangat tidak memuaskan. Selalu berkelit. Saat ditanya kapan pihak Sipoa bisa menunjukkan SHM lahan calon proyek pun tak terjawab. ’’Saat itu saya tahu ada yang nggak beres,’’ ungkapnya.
Anehnya, timpal Antonius, para karyawan dan pembeli yang dijadikan ’’agen’’ pemasaran itu melanjutkan misi. Mereka tetap menjalankan program pemasaran Sipoa.