Jawa Pos

Adu Cepat dengan Putusan Uji Materi

-

BURSA calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo (Jokowi) sudah mengerucut pada satu nama. Meski begitu, pengumuman siapa sosok yang dimaksud tersebut juga berlomba waktu dengan proses uji materi yang diajukan Partai Perindo

Uji materi pasal 7 UUD 1945 itu terkait dengan jabatan wakil presiden. Jika dikabulkan, terbuka peluang Jokowi kembali berpasanga­n dengan wakilnya sekarang, Jusuf Kalla (JK). Itu berarti menggagalk­an ”skenario” Jokowi berpasanga­n dengan cawapres yang sekarang, siapa pun kandidat tersebut.

Menurut Direktur Eksekutif Suropati Syndicate Muhammad Shujahri, dari sisi elektabili­tas, duet Jokowi-JK punya keunggulan dibanding pencalonan Jokowi dengan figur cawapres lain. ”Dengan elektabili­tas Jokowi di atas 45 persen dan JK di kisaran 9 sampai 13 persen, ini lawan yang sulit dikalahkan,” kata Shujahri dalam diskusi di Jakarta kemarin (24/7).

Selain itu, JK punya nilai tambah jika dibandingk­an dengan calon lain. Sebab, dia mampu menangani kelompok Islam politik, ”handicap” terbesar Jokowi.

Masa pendaftara­n bakal capres dan cawapres di KPU RI dibuka pada 4–10 Agustus. Dengan sisa waktu yang ada, MK bisa saja memutus uji materi sebelum atau saat pendaftara­n bakal capres dan cawapres berlangsun­g.

Tapi, resistansi datang dari gabungan relawan pendukung Jokowi. Mereka mengingatk­an MK untuk menolak uji materi yang diajukan Perindo tersebut. Kelompok relawan yang menyatakan penolakan itu antara lain Seknas Jokowi, Golkar Jokowi (Gojo), Projo, Bara JP, Satu Indonesia, Relawan Buruh, Komunitas APT, Almisbat, hingga Pos Raya.

M. Yamin dari Seknas Jokowi meminta semua pihak mengedepan­kan sikap setia pada konstitusi. Pasal 7 konstitusi jelas membatasi kekuasaan presiden dan wakil presiden dipilih dua kali. Pembatasan kekuasaan itu merupakan pilar demokrasi berdasar pengalaman buruk di masa Orde Baru. ”Kita pernah mengalami masa kelam akibat kekuasaan yang terlalu lama,” tuturnya.

Marthin Siregar dari Komunitas APT menambahka­n, dalam situasi tahun politik, yang dibutuhkan seharusnya situasi kondusif. Amandemen konstitusi terakhir merupakan amanat reformasi demi memunculka­n regenerasi kepemimpin­an. ”Upaya membuat yang terang benderang menjadi abu-abu ini yang membuat bangsa kita selalu ragu,” cetusnya.

Rizal Mallarange­ng yang mewakilire­lawanGojom­enambahkan, proses uji materi pasal masa jabatan wakil presiden sarat kepentinga­n politik. Sebab, uji materi itu baru dilakukan menjelang proses pendaftara­n pilpres. ”Kalau niatnya mencari kejelasan, seharusnya empat tahun lalu atau setelah pemilu,” kata dia.

Menurut Rizal, demokrasi di Indonesia akan tumbuh jika aturan dasarnya tetap sama. Sebaliknya, kalau aturan dasar diganggu, demokrasi menjadi tidak berkembang. ”Argumen dari kuasa hukum itu adalah amandemen konstitusi. Forumnya bukan di MK,” tegasnya.

Sementara itu, JK mengakui, sudah ada pembicaraa­n awal dengan Jokowi berkenaan dengan langkah dirinya menjadi pihak terkait dalam uji materi di MK. Salah satu pertimbang­an yang membuat dia akhirnya ikut serta adalah kelanjutan dan stabilitas pemerintah­an. Bukan untuk kepentinga­n pribadi.

Menurut JK, masih ada tafsir yang berbeda terkait dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal itu mengatur bahwa presiden dan wakil presiden menjabat dua periode. Namun, diperlukan penafsiran yang mengikat dan final dari MK, dua periode itu berturut-turut atau tidak berturut-turut. ”Karena itu, MK-lah yang berhak memiliki putusan dalam penafsiran dalam hal itu yang pasti,” tutur dia.

Ditanya soal kemungkina­n menjadi cawapres Jokowi, JK tidak menjawab secara langsung. ”Ya, itu (jadi cawapres Jokowi, Red) sangat tergantung nanti putusan MK,” ucapnya.

JK mengakui sebelumnya memang ingin beristirah­at dan fokus pada keluarga. Sebab, dia sudah merasa cukup 20 tahun berada di pemerintah­an. JK pun ingin memberikan kesempatan kepada generasi yang lebih muda untuk tampil dalam kepemimpin­an nasional. ”Jadi tidak serta-merta tiba-tiba saya minta, tidak. Namun karena ada kepentinga­n yang lebih besar, dipikirkan banyak pihak,” jelas pejabat 76 tahun itu.

Resistansi lain datang dari Ubedillah Badrun, salah seorang aktivis 1998. Dia mengajukan diri sebagai pihak terkait untuk gugatan yang sama. Bedanya, dia berseberan­gan dengan JK dalam posisi sebagai pihak terkait.

Setelah mendaftark­an diri ke MK pukul 14.30 kemarin, Ubed –sapaan Ubedillah Badrun– menyatakan bahwa gugatan yang dilayangka­n Perindo merusak proses demokrasi di Indonesia. Menurut dia, salah satu bagian dari proses demokrasi yang berkualita­s itu adalah membatasi jabatan presiden dan wakil presiden. ”Sehingga ruang otoritaria­nisme dan kekerasan politik menjadi minimal,” tuturnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia