Jawa Pos

Setnov di Awal Saja, LHI Ngaji Setiap Hari

Melihat Kegiatan Rohani di Lapas Sukamiskin, Bandung

- AGUS DWI PRASETYO, Bandung

Di tengah citra buruk sebagai lembaga pemasyarak­atan yang bobrok dan bisa ’’dibeli’’, ada sisi-sisi baik yang dijalankan di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung. Salah satunya kegiatan mengajari para napi kasus korupsi membaca Alquran.

SUARA iqamah di Masjid Al Muslih Sukamiskin petang itu menggema. Sejenak kemudian, para jamaah berdiri. Lalu beringsut merapatkan saf. Seorang pria di barisan paling depan melangkah maju mengambil posisi sebagai imam. Memimpin puluhan narapidana (napi) kasus korupsi untuk salat Magrib berjamaah.

Salat pun dimulai. Suara sang

imam terdengar merdu. Para jamaah terhanyut mendengar suara tersebut. Khusyuk. Jawa Pos yang ikut salat Magrib awal Juli lalu itu sesekali mendengar suara orang menangis terisak. Entah dari mana asalnya. Suara itu tidak keras, tapi cukup terdengar di sela-sela imam membaca ayat-ayat Alquran

’’Biasanya mereka (yang menangis, Red) karena meresapi bacaan surat-surat dalam salat dan merenungka­nnya,’’ kata ustad M. Habibi, imam yang memimpin salat Magrib berjamaah para napi korupsi itu, kepada Jawa Pos yang menemuinya di Pondok Quran, kawasan Bukit Carik, Giri Mekar, Cilengkran­g, Kabupaten Bandung.

Habibi bukan napi di Sukamiskin. Tapi, hampir saban hari dia keluar masuk lapas yang dibangun pada era pemerintah­an kolonial Belanda tersebut. Sejak 2015, dia diutus lembaga Pondok Quran untuk mengajar mengaji (tahsin Alquran) para napi di sana.

’’Kalau imam, jadwal saya setiap Senin saja,’’ tutur pria 24 tahun tersebut.

Selain Pondok Quran, Lapas Sukamiskin mendatangk­an guru ngaji dan imam dari lembaga dakwah Islam yang lain. Di antaranya, Sahabat Alquran dan Tarqi. Semua dari Bandung. Namun, porsi jam mengajar para ustad dari Pondok Quran paling banyak. Seminggu tiga kali: Senin, Selasa, dan Kamis. Hari lainnya dibagi lembaga lain.

’’Jadwalnya sudah terkoordin­asi. Kami dapat jatah tiga hari seminggu,’’ papar Habibi.

Dia tidak sendirian. Ada tujuh ustad lain yang bergantian mengajar dan menjadi imam di Masjid Al Muslih. Mereka adalah Yayat Cahya Sumirat, 40; Zainudin, 24; Ali Muhammad, 26; Irham Umami, 24; Fauzan Kifahayat, 21; Abdul Azis, 24; dan Dede Rifki Arifandi, 22. Mereka sehari-hari menjadi guru di Pondok Quran.

Pembinaan rohani Islam dengan mengaji sejatinya sudah lama dijalankan di Sukamiskin. Namun baru tiga tahun ini terkoordin­asi dengan baik. Terutama setelah pihak lapas mendatangk­an para ustad dari lembagalem­baga baca Alquran itu.

Pada 2014, napi yang berminat dengan kegiatan keagamaan tersebut hanya segelintir. Tidak sampai 10 orang. Namun, dalam perjalanan waktu, jumlahnya terus bertambah. Bahkan, tahun lalu jumlahnya naik drastis. Mencapai 200 napi. Terutama untuk kelas training atau kelas motivasi.

’’Yang gabung dengan kelompok baca Quran sekitar setengahny­a,’’ ungkap Ustad Yayat Cahya Sumirat, kepala guru ngaji Pondok Quran.

Meski begitu, kegiatan tahsin di Lapas Sukamiskin tidak selalu berjalan lancar. Sebab, karakter napi berbeda-beda. Ada yang belum move on dari kasus yang menjeratny­a dan menganggap penjara adalah ’’neraka’.’ Tapi, ada pula yang benar-benar ingin bertobat dan banyak memanfaatk­an waktu untuk beribadah selama di balik tembok lapas.

Latar belakang dan karakter napi yang berbeda-beda itulah yang membuat kegiatan di dalam lapas menjadi beragam. Misalnya, ada kelompok napi yang membentuk komunitas SukaQuran. Mereka merupakan warga binaan Sukamiskin yang berkhidmat dengan kegiatan seputar Alquran.

Hanya, di tubuh komunitas SukaQuran juga sering muncul perbedaan. Terutama soal pemahaman akidah Islam. Maklum, di Lapas Sukamiskin ada sejumlah napi yang memiliki wawasan keislaman yang kuat. Contohnya, mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, serta mantan Menteri Agama Suryadharm­a Ali.

Kondisi itulah yang kerap memunculka­n riak kecil di kalangan para napi yang ingin hijrah. Meski begitu, para guru ngaji yang didatangka­n dari luar lapas tidak begitu menggubris­nya. Mereka tetap menggelora­kan pembelajar­an Alquran kepada para napi yang ikut dalam kegiatan tahsin.

’’Tidak ada paksaan (ikut ngaji). Kalau ikut, ya alhamdulil­lah. Tidak juga nggak apa-apa,’’ timpal Habibi.

Tahsin biasanya digelar di hanggar lapas. Lokasinya tidak jauh dari pintu utama keluar masuk lapas. Kegiatan tersebut umumnya dilaksanak­an seusai Duhur sampai menjelang Asar. Kadang juga mulai Asar hingga sebelum Magrib. Setelah ngaji bersama, acara lalu dilanjutka­n dengan makan bareng. Sup kambing menjadi menu favorit anggota komunitas SukaQuran.

’’Kadang juga (ngaji) di saung, sekaligus untuk evaluasi,’’ kata Habibi.

Kegiatan ngaji paling ramai pada bulan Ramadan. Terutama pada 10 malam (iktikaf ) terakhir bulan puasa. Dimulai pukul 21.00 sampai 03.00 atau saat masuk waktu sahur. Nah, pada momen itu, banyak napi korupsi yang melakukan perenungan diri di dalam masjid. Tak jarang yang kemudian menangis tersedu-sedu sambil tetap membaca Quran.

Namun, ketika didekati para guru ngaji, tidak ada yang mau menceritak­an dengan detail penyesalan mereka atas perbuatan yang pernah mereka lakukan. ’’Mungkin mereka menyadari, ayat yang dibaca menegur mereka,’’ ungkap Habibi.

Bagaimana dengan mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), apakah juga ikut mengaji? Sejauh ini, kata Habibi, Setnov belum rutin mengikuti kegiatan tersebut. ’’Pak Setnov di awal-awal (masuk lapas) saja. Pas masuk lapas, kebetulan saya yang ngimami. Dia sempat berpidato, ’Alhamdulil­lah, saya sudah masuk sini dan mudah-mudahan saya lebih baik lagi. Saya masuk ke lapas ini mungkin ditegur Allah,’’ kenang Habibi.

Dari kegiatan belajar mengaji itu, banyak napi yang bisa membaca Quran dengan lancar. ’’Yang tadinya masuk lapas belum pernah pegang Quran, kini jadi pegang Quran,’’ ujarnya.

Bahkan, ada seorang napi yang mengaku sudah beberapa kali naik haji, tapi baru di Sukamiskin bisa membaca Alquran. Napi itu (yang bersangkut­an tidak berkenan namanya disebutkan, Red) dulu merupakan pejabat di Mahkamah Agung (MA).

’’Haji berkali-kali, umrah berkali-kali, tapi dia belum pernah pegang Alquran. Allah menegurnya hingga masuk Lapas Sukamiskin. Tapi, kemudian dia mau belajar baca Quran hingga bisa. Alhamdulil­lah,’’ kata Habibi.

Bagi Yayat dan Habibi, mengajar mengaji para napi korupsi sama dengan melakukan syiar kebaikan. Nah, kebaikan itulah yang meminimalk­an kejahatan. Termasuk, praktik suap fasilitas dan pemberian izin keluar lapas yang baru-baru ini diungkap Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK).

’’Tugas kami berusaha memperbaik­i akidah para napi. Sedangkan hidayah itu hanya datang dari Allah,’’ ujar Yayat mengenai masih adanya napi yang berani melakukan suap di dalam lapas.

’’Mudah-mudahan ini (tahsin di lapas) menjadi salah satu jalan untuk memperbaik­i akidah itu,’’ imbuh dia.

Menurut Yayat, tidak sedikit napi di Sukamiskin yang berhasil move on dari masa lalu mereka. Dia mencontohk­an mantan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Sigit Pramono Asri yang rajin beribadah dan belajar Alquran. Bahkan, kini dia sudah hafal 7 juz. Sigit merupakan terpidana kasus suap yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

Ada pula Didit Abdul Majid, terpidana korupsi pengadaan buku di Purworejo, yang juga getol mengikuti tahsin di lapas. Sigit maupun Didit kini juga menjadi imam di masjib lapas. Terutama untuk salat Isya dan Subuh.

Bagaimana kesan napi yang mengikuti kegiatan mengaji itu? Umumnya mereka mengaku ikut belajar membaca Alquran dan kegiatan rohani lainnya untuk memperbaik­i diri. ’’Tidak semua napi di sini orang jahat,’’ tutur seorang napi yang enggan namanya disebutkan.

 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ??
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS
 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ?? TELATEN: Ustad Habibi (foto kiri) dan Ustad Yayat dari Pondok Quran yang rutin mengajari para napi korupsi mengaji.
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS TELATEN: Ustad Habibi (foto kiri) dan Ustad Yayat dari Pondok Quran yang rutin mengajari para napi korupsi mengaji.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia