Investasi Digital Melonjak
Jadi Penyokong Arus Modal
JAKARTA – Ekonomi digital diprediksi menjadi penyokong investasi. Hal itu dapat dilihat dari masuknya dana asing ke sektor riil yang diterima start-up
Indonesia beberapa tahun terakhir. Sebut saja Alibaba yang masuk ke Tokopedia serta Google
yang menjadi investor Go-Jek.
Beberapa start-up Indonesia seperti Tokopedia, Go-Jek, Bukalapak, dan Traveloka kini menjadi unicorn. Valuasi yang dimiliki lebih dari USD 1 miliar. ”Di Uni Eropa ada empat unicorn, tapi di sini kita juga punya empat unicorn. Jadi, kita punya unicorn
yang jumlahnya sama seperti di Eropa,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong saat membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (24/7).
Saat ini BKPM belum memiliki data khusus investasi digital yang masuk rilis realisasi investasi. Namun, Thomas memperkirakan, dana investasi asing langsung ke start-up digital yang masuk ke Indonesia mencapai USD 2 miliar hingga USD 3 miliar per tahun. Itu setara dengan Rp 30 triliun hingga Rp 40 triliun. Sektor teknologi rata-rata berkontribusi 15–20 persen dari total investasi asing langsung.
Dalam empat tahun terakhir, lanjut Thomas, terjadi lonjakan arus modal ke start-up digital di Indonesia. Hal itu cukup mendadak karena sebelumnya ekonomi digital di Indonesia belum tumbuh pesat.
Menurut dia, inflow yang masuk banyak mengalir ke bisnis
e-commerce dan penyedia jasa transportasi yang dipesan secara
online. Dengan berkembangnya
financial technology (fintech), dana inflow yang masuk ke startup berpotensi semakin besar.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, aliran investasi ke sektor riil sangat penting untuk menopang ekonomi di tengah arus modal portofolio yang naik turun. Kemudahan berusaha harus diperbanyak agar ekonomi tumbuh. Juga tidak mudah terguncang sentimen negatif global. Kestabilan ekonomi yang mudah goyah akibat keluarnya dana asing menunjukkan ekonomi negeri tersebut kurang kukuh.
Selain ekonomi digital, pemerintah harus mengembangkan sektor pariwisata. Potensi bisnis pariwisata Indonesia sangat besar, namun belum banyak digarap. Hingga 2019, target investasi untuk pengembangan sepuluh destinasi Bali baru membutuhkan investasi USD 20 miliar.
Setiap tahun sektor pariwisata diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto (PDB) sebesar 15 persen dan menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019. ”Devisa dan investasi FDI
(foreign direct investment) harus diperkuat dan melihat potensi dari sektor-sektor yang potensial, tetapi belum banyak berkembang,” ujarnya.