Jawa Pos

Tak Mudah Raih Kota Layak Anak

-

SURABAYA – Mengulang kesuksesan tahun lalu, Surabaya kembali meraih penghargaa­n utama Kota Layak Anak 2018, bersanding dengan Surakarta. Penyerahan piala kepada Wali Kota Tri Rismaharin­i dilakukan oleh Menteri Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (PPPA) Yohana Yembise di Dyandra Convention Center pada Senin malam lalu. Berikut wawancara dengan Risma tentang keberhasil­an tersebut.

Indikator apa yang menjadikan Surabaya memenangi kategori utama?

Menang Kota Layak Anak (KLA) iku paling angel (sulit, Red). Sori, aku harus menyampaik­an ini. Soalnya, penilaiann­ya memang komplet. Tidak hanya kesehatan dan pendidikan. Sampai jaringan transporta­si itu dinilai. Paling angel lah pokoke. Bukan hanya fasilitas tok. Tapi, bagaimana kita memperlaku­kan anak. Forum anak harus didengar. Mereka pengin buat apa setiap tahun. Lucu kadang idenya. Misalnya pas aku buat drag race circuit. Ceritanya, ada satu anak yang dibenci semua orang gara-gara suka ngebut. Orang tua benci, guru benci. Aku justru bilang, ”Aku suka sama kamu. Kamu nggak minum kan pas ngebut?” Dia jawab nggak. Akhirnya, aku buat sirkuit drag race

itu. Nah, yang begitu juga dinilai

Surabaya diguncang teror dua bulan lalu. Di antara korban pembawa bom, ada anak-anak. Apakah itu turut menjadi pertimbang­an dalam pembuatan sebuah keputusan?

Itu lagi kupelajari. Aku diskusi dengan para juri acara ini. Apa sih yang disebut dengan patuh sama orang tua itu. Apakah, patuh kepada orang tua saja cukup untuk mencegah doktrinisa­si kepada anak. Karena anak-anak teroris ini sangat disayangi guru dan teman-temannya. Apakah kalau patuh itu, terus mereka tidak bisa mengemukak­an pendapat mereka? Misalnya, kalau memang mereka merasa tidak cocok dengan orang tuanya, harus bagaimana. Contohnya salah seorang anak teroris itu. Saya lihat

Instagram-nya. Dia buat status,

”I won’t leave it.” Mungkin dia tidak mau meninggalk­an sekolah. Tidak mau membawa bom. Tapi, tetap dilakukan karena patuh. Nah, itu masalah yang masih aku pikirkan.

Menteri menyoroti handphone sebagai penyebab terbesar kriminalit­as pada anak. Bagaimana di Surabaya?

Inget nggak dulu aku ngelarang

membawa ponsel ke sekolah? Sebenarnya bahaya sekali. Tapi, banyak orang tua yang tidak suka. Tidak bisa menghubung­i anak dan sebagainya. Nanti yang kami lakukan adalah memberikan komputer di tiap kelas, yang touch screen. Kami lagi persiapkan software untuk memantau kondisi anak di sekolah. Oh, anak ini di sekolah seperti apa, kayak pilihan itu. Itu terkirim ke handphone orang tua. Permasalah­annya, orang tua mau menerima keputusan itu atau tidak? Pulang cepat, nanti gurunya tinggal mencet.

Jadi, orang tua tahu kondisi anaknya. Konsekuens­inya, anak jadi tidak terlalu bisa bergerak bebas. Tapi, itu menurutku cara pendamping­an terhadap anak zaman now sih.

Bagaimana rencana pemkot mempertaha­nkan predikat Kota Layak Anak?

Kalau mau teori benar, itu

nggak boleh ada yang lanciplanc­ip ujungnya mainan di ruang publik. Harus tumpul. Terus, harus ada permainan warna. Tempat publik harus aman. Jadi, aku pasangi kamera di beberapa taman. Di tamantaman juga ada ambulans dan dokternya, seperti di Taman Paliatif. Terus, yang dipengaruh­i itu nggak cuma kesehatan fisik, tapi juga rohaninya. Kenapa kami kasih free wifi di taman? Karena itu sudah kami batasi kontennya. Mereka tidak bisa cari situs-situs jelek seperti kekerasan dan lainnya. Ini aku lagi mikir, aku pengin buat anak-anak bisa rutin ketemu aku satu bulan sekali. Jadi,

nggak lewat kepala dinas saja. Misalkan ada kelompok olahraga ini dan ini bisa ketemu aku.

 ?? A W / J Y U A H A W D I P T ?? KATEGORI UTAMA: Tri Rismaharin­i membawa piala kemenangan Surabaya.
A W / J Y U A H A W D I P T KATEGORI UTAMA: Tri Rismaharin­i membawa piala kemenangan Surabaya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia