Trauma Longsor, Minta Dijemput Heli
Tinggal Enam Orang Belum Terevakuasi Tali Para Porter Disambung untuk Ganti Jembatan Putus
LOMBOK TIMUR – Pagi belum lagi menginjak pukul 06.00 WIB. Danau Segara Anak masih dingin sekali. Fathurrahman pun berupaya menghangatkan badan di api unggun.
Di tengah ketenangan pagi itu, tiba-tiba saja suara menggelegak itu terdengar. ”Durrr...pasir dan batu bergelimpangan terjun ke bawah,” ujarnya kepada Lombok Post (Jawa Pos Group).
Spontan Fathurrahman dan ratusan orang di sekitar danau berlari mencari perlindungan. Getaran gempa tersebut cukup panjang. ”Saya lari saja berasa oleng,” kata pendaki asal Jakarta itu.
Fathurrahman merupakan satu di antara 543 pendaki yang berhasil dievakuasi sampai pukul 19.00 Wita (18.00 WIB) kemarin (30/7)
Mereka bagian dari 829 pendaki dan porter (pengangkut barang pendaki) yang terjebak di berbagai sudut Rinjani saat gempa 6,4 skala Richter menghajar Lombok Minggu pagi lalu (29/7).
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Sudiyono menyampaikan, hingga kemarin (30/7) pukul 20.00 Wita, dari 560 pendaki yang belum terevakuasi, 543 orang yang sudah berhasil diselamatkan. ’’Tinggal enam orang yang terjebak di Danau Segara Anak dan semuanya pendaki lokal,’’ katanya.
Enam orang tersebut terdiri atas 2 pendaki perempuan, 1 pendaki laki-laki, 1 guide, dan 1 porter. Selanjutnya, satu jenazah pendaki asal Makassar yang tewas saat gempa, Ainul Taksim. Secara umum, kondisi mereka baik. ’’Hanya mengalami trauma,’’ jelas Sudiyono.
Dua pendaki perempuan tersebut, kata dia, adalah ibu-ibu berusia 30–40 tahun. Mereka mengalami trauma karena longsor dan minta dijemput dengan helikopter. ’’Kalau dijemput heli, kami mesti lihat cuaca dulu,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.
Sudiyono menyatakan, evakuasi akan dilanjutkan pagi ini (31/7). Jika tidak memungkinkan dengan menggunakan helikopter, akan dilakukan cara lain. Sementara itu, 543 orang yang sudah dievakuasi, kata dia, diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.
Kemarin pagi, pukul 08.00 Wita, 156 personel tim evakuasi bergerak mendaki Rinjani. Tim yang terdiri atas anggota TNI-Polri, Badan SAR Nasional (Basarnas), porter, dan petugas medis itu berangkat dari kantor Balai TNGR, Sembalun, Lombok Timur.
Gempa mengakibatkan banyak rute tertutup longsoran. Itu yang mempersulit proses evakuasi. Misalnya rute dari Plawangan Sembalun, pos terakhir sebelum mendaki ke puncak, ke Segara Anak. Ada jembatan penghubung yang putus. Juga yang di Batu Ceper. Ini merupakan jalur menanjak dari Segara Anak menuju Plawangan Senaru.
Pendakian Rinjani Juni sampai September umumnya menjadi bulan-bulan ramai pendakian. Apalagi saat Agustus karena adanya tradisi upacara 17 Agustus di kalangan penyuka pendakian.
Pendakian Rinjani umumnya dimulai dari jalur Bawak Nao, sekitar 15 menit dari Rinjani Information Center (RIC) di Sembalun. Ada tiga pos yang harus dilewati sebelum sampai ke Plawangan Sembalun.
Di plawangan itulah pendaki mendirikan tenda sebelum ke puncak pada malam harinya. Jalur ke puncak sangat berat. Butuh 4–6 jam. Berpasir, licin, dan kanan-kiri jurang. Umumnya pendaki sudah harus turun dari puncak sebelum pukul 10.00.
Nah, untuk pulangnya, dari Plawangan Sembalun, ada dua pilihan: kembali lewat jalur keberangkatan atau melalui Plawangan Senaru. Biasanya pilihan kedua yang diambil para pendaki. Sebab, jalur itu melewati Segara Anak. Di sana para pendaki biasa bermalam. Selain ada sumber air bersih, Segara Anak kaya ikan. Meski airnya tak bisa dikonsumsi karena mengandung belerang.
Kondisi setelah Gempa Fathurrahman mengingat, ada tiga titik longsor di kawasan Danau Segara Anak setelah gempa pada Minggu pagi lalu. Selain jalur setapak tertutupi batu dan pasir, jembatan penghubung juga putus. Padahal, jembatan itu menghubungkan kawasan Segara Anak dengan jalur menuju Plawangan Sembalun.
Setelah jembatan penghubung ambruk, beberapa porter langsung berkumpul. Mereka membentuk tim. ”Saya juga ikut berkumpul waktu itu,” kata Fathurrahman.
Mereka memikirkan cara terbaik untuk bisa sampai ke Plawangan Sembalun. Itu memang jalur termudah untuk keluar dari Rinjani. Sebab, kalau lewat Plawangan Senaru, pendaki harus melewati Batu Ceper yang sangat berbahaya. Semua peralatan diperiksa. ”Alat yang bisa digunakan hanya tali,” ucapnya.
Tali-tali pun dikumpulkan dan disambung menjadi satu. ”Ada sepanjang 10 meter,” ujarnya. Mereka lalu bekerja sama menggunakan tali itu hingga ke atas. Tali yang sudah disambung tersebut hanya cukup untuk menarik lima orang. ”Saya yang coba ikut dalam tim pertama,” ujarnya. Tali itu lalu diganti dengan tali milik tim evakuasi. Lebih kuat. ”Dari situ semua yang ada di danau bisa dievakuasi,” imbuhnya.
Sebelum 156 anggota tim evakuasi yang berangkat kemarin, memang sudah ada tim evakuasi yang bergerak beberapa jam setelah gempa.
Dari pantauan Lombok Post, beberapa pendaki umumnya mengalami luka di bagian kaki. Mereka pun langsung mendapatkan perawatan. Evakuasinya kemudian dilanjutkan dengan memboncengkan mereka menggunakan sepeda motor dari pos II. Pos I dan II di jalur pendakian dari Bawak Nao berupa sabana dengan jalur yang masih terlihat jelas. Sepeda motor trail tim evakuasi masih bisa dinaiki sampai jalur itu.
Tim Evakuasi Tim yang berangkat kemarin pagi, jelas Sudiyono, dibagi menjadi tiga.
Tim A yang terdiri atas unsur mahasiswa pencinta alam (mapala) di Plawangan Sembalun dan melakukan penyisiran ke lokasi sekitar hingga puncak Rinjani. Tim itu bertugas mengamankan barang-barang milik pendaki yang masih tertinggal.
Tim B yang terdiri atas Basarnas, TNI, Polri, dan Balai TNGR turun menuju lokasi berkumpulnya pendaki di Danau Segara Anak. Selanjutnya, tim tersebut melakukan evakuasi pendaki di danau dan penyisiran di area Danau Segara Anak, air panas, dan Gua Susu. ”Sementara sisanya, tim C, melakukan evakuasi jika ditemukan korban meninggal,” ucap Sutopo.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyampaikan pesan bahwa Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia di Jakarta telah memastikan ada satu warganya yang meninggal akibat gempa bumi di Lombok. Selain itu, ada enam orang lainnya yang terluka. Keseluruhannya berada di kaki Gunung Rinjani saat gempa terjadi.
Tim Kedubes Malaysia di Jakarta telah berkoordinasi dan memberikan bantuan penanganan proses evakuasi. Selain itu, keluarga korban meninggal maupun luka sudah dihubungi. Kedubes Malaysia di Jakarta juga sudah menghubungi pelajar Malaysia di sekitar Bali untuk memastikan keselamatan mereka. Kedubes mengaktifkan ”bilik operasi” dengan membuka saluran pengaduan bagi warga Malaysia yang membutuhkan informasi maupun bantuan.
Sementara itu, Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir menerangkan, secara khusus Kemenlu tidak membuka posko fisik. ”Tetapi, Kemenlu membuka layanan hotline,” ujarnya.
Layanan hotline itu bisa diakses perwakilan negara asing yang warganya menjadi bagian dari yang dievakuasi di Gunung Rinjani.