Fair Play 2019, Please…
PERSEKUSI kepada Neno Warisman di Bandara Hang Nadim mengingatkan kita pada peristiwa serupa tapi tak sama di arena Car Free Day DKI Jakarta Mei lalu. Keduanya bentuk sikap tidak fair dalam panas-panasan antara #2019GantiPresiden versus #JokowiDuaPeriode. Dua aspirasi itu sama bobot konstitusionalitasnya, tapi menemukan perundungan dalam penyampaiannya.
Kepolisian perlu menerjemahkan slogan netralitasnya dalam tindakan. Slogan, betapapun mantapnya, tetap diragukan apabila masih ada anak bangsa yang tak terlindungi dalam menyampaikan aspirasi yang sah. Polisi perlu sigap mengusut pelaku perundungan kepada Neno Warisman seperti ketika tangkas memeriksa kasus persekusi CFD.
Sudah benar sikap Polri lewat Karopenmas Divhumas Brigjen Pol M. Iqbal yang mengatakan, ”Yang dapat melarang atas nama undang-undang adalah institusi pemerintahan, Kepolisian RI. Kalau yang lain tidak bisa, apalagi ormas.”
Ucapan itu terkait dengan penolakan sebuah kelompok atas kedatangan Ustad Abdul Somad menghadiri undangan tablig akbar di Semarang. Kita akan lihat kenyataannya, apakah Polri siap mengamankannya.
Pada saat-saat seperti inilah ujian keindonesiaan dan kepancasilaan ditunggu praktiknya. Yakni memberikan sikap adil kepada anak bangsa, apa pun aspirasinya. Sikap condong ke mana, pilih kasih ke pihak siapa, akan gampang terdeteksi akal sehat.
Selain mencermati netralitas aparat, di sisi lain kita perlu mengampanyekan gerakan yang fair dalam pro dan kontra Pilpres 2019. Ingat, politik hanyalah bagian kecil kehidupan kita. Mungkin politik akan memengaruhi kehidupan secara makro, tetapi sehari-hari kita harus hidup mandiri. Cari uang sendiri, menghidupi keluarga sendiri.
Nah, kalau kita terantuk karena kebablasan dalam berekspresi dan jadi urusan pidana, hidup kita bisa berantakan. Sudah banyak contoh kepahitan yang tak perlu seperti itu. Berekspresi (di medsos) sering membuat kita, termasuk kaum intelektual, kehilangan kemampuan menahan diri. Ketika akhirnya polisi mengetuk pintu, baru kita sadari semuanya sudah terlambat.
Kita boleh menganggap ini perlakuan tidak
fair karena ”pihak sana” dibiarkan. Tapi, kita bisa apa selain protes? Lebih baik kita berdemokrasi dengan cerdik dan cerdas. Berbeda pendapat, tetapi tetap adil dan beradab. Termasuk oposisi dan penguasa. (*)