Kucurkan Rp 20 T untuk Infrastruktur Migas
Perkuat Distribusi di Indonesia Timur
JAKARTA – Pembangunan infrastruktur migas di wilayah Indonesia Timur semakin gencar. Mulai tahun ini PT Pertamina (Persero) menggelontorkan dana Rp 20 triliun untuk 29 proyek strategis. Di antaranya, pembangunan terminal BBM dan pipanisasi, pembangunan terminal elpiji, perbaikan dan pengembangan sarana tambat, serta pembangunan depot pengisian pesawat udara (DPPU).
Dana Rp 4,9 triliun akan digunakan untuk sepuluh proyek pembangunan terminal BBM dan pipanisasi guna mendukung pola suplai yang lebih efisien. Empat proyek, antara lain, berlokasi di pengembangan terminal BBM Maumere, pengembangan terminal BBM Bau-Bau, dan pengembangan terminal BBM Biak. Juga, penambahan tangki timbun di 14 lokasi lain di wilayah Indonesia Timur.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, proyek strategis tersebut dilaksanakan untuk memperkuat distribusi BBM dan elpiji, khususnya di wilayah Indonesia Timur. ”Sekaligus mendukung program-program pemerintah seperti BBM satu harga dan program konversi minyak tanah ke elpiji di wilayah timur Indonesia,” kata Adiatma kemarin (30/7).
Kemudian, Rp 10 triliun digunakan Pertamina untuk pembangunan terminal elpiji guna mendukung pogram konversi minyak tanah ke elpiji. Pembangunan proyek tersebut akan mengefisienkan pola suplai dengan menghilangkan floating storage and offloading (FSO) yang selama ini digunakan sebagai media penampungan sementara. ”Khusus untuk wilayah timur Indonesia, Pertamina membangun empat proyek terminal LPG pressurized di Bima, Kupang, Wayame, dan Jayapura,” jelasnya.
Pertamina juga tengah membangun tiga DPPU untuk menunjang operasi pengembangan bandara baru senilai Rp 3,4 triliun. Lalu, dana Rp 1,6 triliun disiapkan untuk pengembangan empat proyek perbaikan dan pengembangan sarana tambat kepelabuhan. Sebagian besar proyek tersebut saat ini telah berjalan dan masuk tahap konstruksi. Sisanya masuk tahap persiapan. Pembiayaan proyek infrastruktur dilakukan Pertamina dan anak usahanya.
Sementara itu, untuk kontraktor pelaksana, Pertamina bersinergi dengan BUMN Karya seperi Wijaya Karya, Barata Indonesia, Hutama Karya, dan Rekayasa Industri (Rekin). ”Dengan sinergi pembangunan berbagai proyek tersebut, diharapkan selesai lebih cepat sekaligus tidak membebani arus kas perseroan,” terang Adiatma.
Kementerian BUMN telah memberikan tambahan modal langsung sebesar Rp 54 triliun. Sebanyak Rp 38 triliun berupa pengalihan saham pemerintah di PGN dan tunai Rp 16,6 triliun dari proses integrasi Pertagas ke PGN. Pada Mei pemerintah juga sepakat menambah subsidi solar sekitar Rp 7 triliun.
Bahkan, saat ini sedang dibahas kemungkinan untuk menambah subsidi solar menjadi Rp 10 triliun. Itu merupakan selisih yang terjadi karena peningkatan ICP (Indonesian crude price). Dengan demikian, pemerintah sudah mengucurkan total Rp 68 triliun ke Pertamina.