Jawa Pos

Empat Juta Warga Kehilangan Status

Tak Mau Bernasib Sama dengan Rohingya

-

GUWAHATI – Bagi Hasitun Nissa, kampungnya di Negara Bagian Assam, India, adalah tanah airnya. Meski tidak lahir di sana, perempuan 47 tahun itu menghabisk­an masa kecil, menuntut ilmu, menikah, serta berkeluarg­a di sana. Namun, ibu empat anak tersebut tak lantas otomatis menyandang status penduduk Assam.

”Keluarga kami menginjakk­an kaki di India sebelum 1971. Seharusnya kami diakui sebagai penduduk. Tapi, entahlah,” katanya kepada Joe Miller, wartawan BBC. Perempuan yang berprofesi guru itu pasrah jika ternyata namanya tidak tercantum dalam daftar penduduk dan harus angkat kaki dari Assam.

Kemarin (30/7) nasib Nissa dan jutaan warga India yang datang dari Bangladesh ditentukan. Sejak pagi, negara bagian India yang berbatasan dengan Bhutan dan Bangladesh tersebut dijaga ketat. Lebih dari 22 ribu personel paramilite­r tambahan dikerahkan ke sana. Mereka ditugaskan ke Assam untuk mengantisi­pasi kericuhan. Sebab, pemerintah merilis daftar registrasi penduduk nasional Assam alias national register of citizens (NRC) yang artinya sangat penting bagi kaum pendatang seperti Nissa.

Selain melipatgan­dakan penjagaan, menurut Al Jazeera, pemerintah menerapkan Hukum Pidana Bab 144 di tujuh distrik Assam. Berdasar aturan tersebut, aparat berhak membubarka­n kerumunan empat warga. Itulah cara pemerintah setempat untuk mencegah unjuk rasa setelah rilis data kependuduk­an NRC. Sebab, pada awal 1980-an, pernah terjadi aksi protes yang berujung kematian lebih dari 800 orang. Pemicunya hampir sama. Yakni, status kependuduk­an kaum pendatang.

Kemarin, menjelang rilis data NRC, Nissa dan rekan-rekannya yang disebut sebagai kaum Bengali tegang. Mereka khawatir dikirim ke pusat detensi bila namanya tidak masuk daftar yang dirilis NRC. Ada 4.007.707 orang yang namanya tidak tercantum dalam daftar.

Untuk kali pertama, data NRC diperbarui setelah hampir tujuh dekade. Seharusnya hasil akhir itu dikeluarka­n pada 30 Juni lalu. Namun, Mahkamah Agung (MA) menunda hingga kemarin.

Warga Assam bisa langsung mengecek daftar NRC ke 2.500 Seva Kendras alias pusat pelayanan NRC yang tersebar di seluruh Assam. Opsi lain adalah mengecek lewat SMS ke nomor pemerintah. Selanjutny­a, mereka yang namanya tidak masuk daftar diberi waktu 30 hari untuk mengajukan komplain. Tentu saja sambil membawa buktibukti kependuduk­an. ”Semua akan diberi hak untuk membuktika­n kewarganeg­araannya,” ujar Pejabat Urusan Hukum Assam Siddhartha Bhattachar­ya sebagaiman­a dilansir BBC.

Kemarin Habibur Rahman termasuk yang namanya tidak tercantum dalam daftar. ”Saya telah menyerahka­n semua dokumen. Tapi, nama saya dan keluarga tidak ada,” ucapnya.

Selain warga muslim, beberapa penduduk Hindu tidak masuk daftar. Salah satunya, Samir Das, pebisnis Hindu yang berbicara bahasa Bengali. ”Mungkin ada masalah teknis,” katanya berprasang­ka baik.

Menanggapi ke- cemasan dan ketegangan warga, terutama kaum Bengali, Menteri Dalam Negeri Rajnath Singh dan Koordinato­r NRC Prateek Hajela meminta warga tenang. Menurut mereka, tidak masuk dalam daftar bukan berarti ilegal. Masih ada waktu untuk menggugat dan membuktika­n. ”Jadi, tak perlu takut,” tegas Hajela.

Reuters melansir bahwa banyak pihak yang menuding Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), berusaha mengusir minoritas muslim dari Assam.

Direktur Rights and Risks Analysis Group Suhas Chakma menegaskan, kebijakan pemerintah India tersebut merupakan pencabutan hak kewarganeg­araan terbesar sepanjang sejarah. Warga Rohingya yang kependuduk­annya tidak diakui Myanmar saja tak sebanyak

itu.

 ?? STRINGER/REUTERS ?? OGAH DIDEPAK: Abdul Suban dan istrinya kadung kerasan tinggal di Desa Nellie, Distrik Morigaon, Negara Bagian Assam.
STRINGER/REUTERS OGAH DIDEPAK: Abdul Suban dan istrinya kadung kerasan tinggal di Desa Nellie, Distrik Morigaon, Negara Bagian Assam.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia