Masih Beda Pendapat soal Pajak Profesi
KONFERENSI Wilayah (Konferwil) PW NU Jatim di Ponpes Lirboyo, Kediri, yang baru saja berakhir menghasilkan keputusan bahtsul masail (pembahasan masalah) terkait dengan hukum sejumlah isu atau problem di masyarakat.
Beberapa rekomendasi telah dibuat PW NU melalui bahtsul masail tersebut. Namun, ada pula persoalan publik yang hingga kini masih pro-kontra. Belum ada rekomendasi final. Salah satunya pro-kontra kebijakan pemerintah terkait dengan pajak profesi.
Dari bahtsul masail dalam konferwil itu, PW NU memberikan dua pendapat berbeda. Pertama, membenarkan legalitas zakat profesi. Pendapat kedua tidak mewajibkan. ’’Disepakati, kedua pendapat bisa jadi acuan masyarakat,’’ kata Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PW NU Jatim Ahmad Muntaha kemarin.
Dia menjelaskan, dalam bahtsul masail pada konferwil, pembahasan masalah zakat profesi memang cukup panjang. Sebab, dua pendapat dari para kiai di lingkungan PW NU, antara yang menerima dan yang tidak menerima legalitas zakat profesi, belum bisa disatukan. ’’Namun, keduanya tetap bisa jadi acuan,’’ katanya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menerbitkan sejumlah kebijakan tentang pengumpulan zakat di lembaga/instansi pemerintah. Regulasi itu diikuti munculnya surat edaran kepala daerah, baik pemprov maupun pemkab, yang menganjurkan/memerintahkan pegawai untuk membayar zakat gaji pegawai. Tak terkecuali di Jatim. Hingga kini, kebijakan tersebut masih menjadi pro-kontra.
Persoalan tersebut sebenarnya juga pernah dibahas para ulama NU dalam bahtsul masail sebelumnya. Namun, waktu itu juga belum ada kesimpulan.
Selain zakat profesi, isu publik yang dibahas bahtsul masail pada Konferwil PW NU lalu adalah kerukunan umat beragama. Para ulama sepakat, menjalin kerukunan mutlak diperlukan untuk keutuhan NKRI.
Namun, tetap ada rambu-rambu yang harus ditaati. Salah satunya batasan implementasinya. ’’Jangan sampai upaya menjalin kerukunan itu melampaui batas akidah,’’ tegasnya.