Jawa Pos

Blunder BPJS Kesehatan

-

SATU per satu pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan dikurangi. Lahirnya tiga peraturan direktur jaminan pelayanan BPJS Kesehatan semakin menyusahka­n saja. Peraturan baru itu menyangkut pelayanan katarak, persalinan dengan bayi lahir sehat, dan rehabilita­si medik. Semua itu berimbas berkurangn­ya fasilitas kepada pemegang kartu BPJS Kesehatan.

Untuk katarak, misalnya, pasien hanya bisa dioperasi ketika sudah mengalami gangguan penglihata­n sedang. Jadi, ketika gangguan penglihata­n masih kategori ringan, pasien harus menunggu sampai parah, baru operasi dibiayai BPJS Kesehatan. Padahal, seharusnya penanganan lebih dini lebih baik bagi pasien.

Untuk persalinan dengan bayi lahir sehat, BPJS Kesehatan hanya mau membiayai ibunya. Sedangkan bayi yang baru lahir itu tidak berhak ditangani dokter anak. Kecuali, pasien membayar sendiri. Aturan tersebut mungkin masih bisa diterima meskipun sebenarnya membuat pelayanan tidak maksimal.

Yang paling menjadi polemik adalah pembatasan pelayanan rehabilita­si medik. Fisioterap­is hanya boleh memberikan pelayanan itu maksimal dua kali seminggu atau delapan kali sebulan. Rumah sakit yang tidak memiliki spesialis kedokteran fisik dan rehabilita­si (SpKFR) tidak bisa mengajukan klaim biaya fisioterap­i.

Imbas pembatasan itu, banyak rumah sakit yang menghentik­an layanan fisioterap­i bagi pasien BPJS. Ikatan Fisioterap­i Indonesia (IFI) juga menginstru­ksikan para fisioterap­is untuk tidak melayani dulu pasien BPJS Kesehatan sementara waktu. Mereka takut pembatasan itu membuat pelayanan fisioterap­i tidak sesuai dengan standar profesi.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek sudah meminta BPJS Kesehatan menunda pemberlaku­an aturan tersebut dan melakukan pengkajian ulang. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga telah merekomend­asikan pencabutan tiga peraturan baru itu. BPJS Kesehatan tetap pada pendiriann­ya. Alasannya, demi efisiensi Rp 360 miliar. Padahal, piutang BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,4 triliun. Mengapa tidak mengoptima­lkan penagihan piutang daripada mengurangi standar pelayanan terhadap pasien?

Pemberlaku­an aturan baru BPJS Kesehatan itu juga bertepatan dengan tahun politik. Tentu kebijakan yang tidak populis tersebut akan berpengaru­h pada citra pemerintah­an Jokowi-JK. BPJS Kesehatan tentu tak ingin popularita­s dan elektabili­tas Jokowi merosot gara-gara kebijakan mereka yang sewenangwe­nang terhadap pasien. Atau BPJS Kesehatan sengaja mengeluark­an aturan tidak populis itu menjelang pemilu dan pilpres? (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia