Jawa Pos

Empat Tersangka Tak Saling Mengenal

Pakai M-Banking dalam Pencucian Uang Narkoba Istri Pelaku Hanya Tahu Suami Berbisnis Pengiriman Uang

-

SURABAYA – Sistem sel terputus yang diterapkan kurir narkoba ternyata juga berlaku bagi para pelaku pencucian uang hasil kejahatan itu

Mayoritas tersangka yang ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena kasus money laundering lintas negara ternyata hanya kenal nama. Bahkan, mereka tidak pernah bertemu.

Wartawan Jawa Pos kemarin (1/8) menanyai satu per satu tersangka dalam sel tahanan BNN Provinsi (BNNP) Jatim. Adiwijaya (Adi), Army Roza, Ali Akbar Sarlak, dan Lisan Bahar tidak saling kenal. Mereka hanya tahu nama alias atau samaran. Adiwijaya kerap disebut Kwang. Army dipanggil Bobi. Ali dinamai Babah. Tersangka yang saling kenal hanya Ali dan Tamia Tirta Anastasya. Maklum, keduanya sepasang kekasih.

Yang bersedia berbincang panjang lebar cuma Army alias Bobi. Empat tersangka lain memilih irit bicara soal kasusnya. Bobi mau terbuka karena sudah benarbenar kapok merasakan getirnya hidup di Lapas Tangerang.

Kepada Jawa Pos, Bobi mengaku tidak tahu-menahu soal pencucian uang di rekeningny­a. Seingat Bobi, dirinya menggunaka­n rekening tersebut pada 2016. Saat itu, dia sudah menjadi penghuni lapas selama tiga tahun. Bobi dicokok polisi pada 2013 saat menjadi kurir 250 gram sabu-sabu di Tangerang.

Pada 2016, dia tiba-tiba mendapat telepon. Peneleponn­ya bernama Victor. Belakangan diketahui dia adalah Juvictor Indraguna, orang pertama yang rekeningny­a ditelusuri BNN karena diduga mengendali­kan peredaran narkoba dari balik lapas. Victor sebagai pelaku utama yang mengotaki kasus tersebut menelepon Bobi dari dalam selnya di Lapas Bulak Kapal, Bekasi. Victor dan Bobi baru kenal di telepon. Lantaran sedang tak punya uang, Bobi iseng-iseng meminta uang kepada Victor. Ternyata, diberi. Nominalnya Rp 2 juta. Uang itu segera dicairkan rekan Bobi di luar lapas dan diberikan kepadanya beberapa hari kemudian. ”Ya, di situ Victor tahu rekening saya,” ujarnya.

Rekening Bobi jadi salah satu tempat penimbunan uang hasil kejahatan. Saat dibongkar petugas, nilainya tak banyak. Kurang dari Rp 10 juta. Namun, BNN punya bukti adanya transaksi keluar masuk dari rekening Bobi.

Berdasar barang bukti yang disita dari ayah satu anak itu, petugas cuma mendapati buku tabungan dan handphone di dalam selnya. Diduga, pelaku melakukan transaksi dengan menggunaka­n fasilitas M-banking.

Sementara itu, Adi dijenguk istrinya, Nur, kemarin. Nur membawakan beberapa makanan ringan dan minuman botol untuk suaminya. Dari kejauhan, mereka berbincang serius dan cukup lama. Sekitar empat jam. Sesekali Nur mengusap air mata selama berada di samping suaminya.

Perempuan asli Magetan itu mengaku tidak tahu-menahu soal bisnis haram yang dijalani suaminya. Yang dia tahu, Adi punya bisnis pengiriman uang untuk para TKI. Lokasinya di Taipei, Taiwan. ”Ya, dia kan punya PT dan CV yang jelas. Kok malah ditangkap BNN,” tuturnya. Belakangan dia baru tahu bahwa suaminya jadi kaki tangan bandar yang mencuci uang hasil kejahatan.

Akibat penangkapa­n dan penyitaan rumah di Mulyosari, Surabaya, dia dan anaknya harus angkat kaki dari tempat tinggalnya tersebut. Untungnya, Adiwijaya punya rumah lain di Ploso Timur. Yang pilu, anak Adi yang baru masuk SD pada Mei lalu harus ikut pindah sekolah. Seharusnya, anak 7 tahun itu bersekolah di Surabaya. Nur mengaku sudah membayar biaya daftar ulang Rp 2,5 juta. ”Ya, terpaksa pindah ke Magetan. Kasihan kalau di sini, tahu kasus ini,” ungkapnya.

Sekitar pukul 16.00, para tersangka dibawa menuju bus BNNP Jatim. Mereka kembali dibawa ke Jakarta melalui Bandara Juanda. Penyidik BNN membutuhka­n keterangan mereka untuk mengembang­kan penyidikan kasus tersebut.

Khusus tersangka Adi, Lisan, dan Tamia, proses hukum mereka berlangsun­g cepat. Senin pekan depan (6/7) proses hukum mereka memasuki pelimpahan tahap II. Berdasar penelusura­n Jawa Pos, penyidik masih menunggu turunnya surat penyitaan uang Rp 2,6 miliar dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, PN Jakarta Barat, dan PN Jakarta Selatan.

Begitu juga aset mereka yang tercecer di Magetan, Jakarta, dan Tangerang. Penyidik masih menunggu surat penyitaan untuk sejumlah aset mereka. Di antaranya, satu apartemen dan enam rumah senilai Rp 400 juta hingga Rp 800 juta. Selain itu, yang masih menunggu kabar selanjutny­a adalah penyitaan sejumlah aset berupa apartemen mewah di Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan India.

 ?? MIRZA AHMAD/JAWA POS ?? DARI IRAN: Ali Akbar Sarlak di BNNP Jatim di Surabaya kemarin.
MIRZA AHMAD/JAWA POS DARI IRAN: Ali Akbar Sarlak di BNNP Jatim di Surabaya kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia