Pertamina Hemat Devisa Rp 57 Triliun
Setelah Akuisisi Blok Rokan
JAKARTA – Pada 2021 perusahaan minyak dan gas bumi asal Amerika Serikat PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) akan genap 50 tahun mengelola Blok Rokan di Riau. Pengelolaan Blok Rokan oleh Chevron tidak akan berlanjut setelah itu. Sebab, pemerintah menyerahkan pengelolaan ladang minyak terbesar di Indonesia tersebut kepada PT Pertamina (Persero) sejak 2021 hingga 20 tahun berikutnya.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, dengan dikelolanya Blok Rokan oleh Pertamina, Indonesia diyakini mampu menghemat devisa negara USD 4 miliar atau sekitar Rp 57 triliun dari pengurangan impor minyak bumi
Apalagi, harga minyak bumi impor lebih tinggi daripada produksi dalam negeri. ”Perusahaan lain membeli WK (wilayah kerja) dijual selesai. Pertamina tidak begitu, digunakan untuk kemandirian energi nasional,” ujar Nicke di Forum Merdeka Barat (FMB) 9, Jakarta, kemarin (1/8).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada semester pertama 2018 defisit neraca perdagangan migas mencapai USD 5,4 miliar. Angka itu naik jika dibandingkan dengan neraca perdagangan migas pada periode sama 2017 sebesar USD 4 miliar. Selama ini memang tidak semua produksi minyak bumi bagian kontraktor asing seperti Chevron diolah di kilang dalam negeri. Ada bagian mereka yang diekspor untuk diolah di kilang mereka sendiri di luar negeri.
Dengan begitu, Pertamina masih harus melakukan impor minyak bumi untuk diolah di kilang mereka. Berdasar hitungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dari lifting (produksi siap jual) minyak bumi 800 ribu barel per hari, bagian pemerintah 520 ribu hingga 550 ribu barel minyak per hari. Sisanya, 250 ribu hingga 280 ribu barel minyak per hari, diekspor kontraktor migas.
Padahal, kebutuhan BBM (bahan bakar minyak) di dalam negeri 1,1 juta hingga 1,4 juta barel per hari. Karena itu, diekspornya lifting minyak bumi oleh kontraktor memperparah kondisi defisit migas tanah air. Dikelolanya Blok Rokan oleh Pertamina membuat keseluruhan lifting minyak blok tersebut bisa diolah di kilang dalam negeri.
Karakteristik minyak di Blok Rokan sesuai dengan konfigurasi kilang nasional seperti di kilang Balongan, Dumai, Plaju, maupun Balikpapan. Perusahaan migas pelat merah itu juga siap menggelontorkan investasi USD 70 miliar atau Rp 1.008 triliun selama 20 tahun untuk eksplorasi di blok tersebut. Pihaknya akan melakukan eksplorasi di 7.000 titik. ”Harus masif untuk tingkatkan Rokan,” imbuhnya.
Sebab, produksi blok itu memang terus mengalami penurunan lantaran sudah tua. Lifting minyak bumi Blok Rokan selama semester pertama 2018 mencapai 207 ribu barel per hari. Sebenarnya angka tersebut sudah disalip Lapangan Banyu Urip yang dikelola Exxon Mobil Cepu Ltd dengan lifting minyak bumi 209,922 ribu barel per hari.
”Perlu ada teknologi baru, perlu titik eksplorasi baru, harus tambah area. Hari ini di Duri dan Minas, masih ada daerah lain yang belum dieksplorasi akan tambah titik eksplorasi,” urai Nicke.
Untuk itu, pihaknya terbuka untuk berpartner dengan pihak lain dalam mengelola Rokan guna memitigasi risiko teknologi maupun pendanaan. ”Kita kirim surat ke Kementerian BUMN untuk share down principal. Kita susun prosedur supaya aman kita minta saran dari BPKP,” tuturnya.
Dari segi teknologi, Pertamina akan menerapkan teknologi EOR (enhanced oil recovery) chemical
atau teknologi pengurasan sumur yang kini tengah diujicobakan Chevron di blok tersebut. Pertamina juga telah menerapkan teknologi itu di lapangan-lapangan migas perseroan seperti di Rantau, Jirak, dan Tanjung. Termasuk penerapan steamflood
yang berhasil dilakukan di lapangan PHE Siak. ”Kami menilai pemerintah mempertimbangkan keputusan ini dengan matang dalam rangka ketahanan energi nasional, penghematan devisa, dan potensi peningkatan dividen bagi negara,” ujarnya.
Adanya pengalihan hak kelola blok tersebut kepada Pertamina juga turut meningkatkan pendapatan perseroan. Staf Ahli Menteri Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, neraca perdagangan minyak dan gas bumi Indonesia telah mengalami defisit sejak 2012. ”Impornya lebih besar daripada ekspor. Fakta itu directly akan tergambar dari figur subsidi BBM kita dari tahun ke tahun,” terangnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, instruksi Presiden Joko Widodo ialah mengutamakan kontraktor yang akan memberikan kompensasi lebih baik kepada pemerintah. ”Arahan Bapak Presiden, Blok Rokan mau diperpanjang atau diberikan kepada Pertamina berdasar pertimbangan satusatunya, yakni pertimbangan komersial,” ucapnya. Menurut Jonan, Pertamina mampu menawarkan pengelolaan Blok Rokan lebih baik daripada kontraktor eksisting.