Pendekatan ke Warga Permudah Pembebasan
SURABAYA, Jawa Pos – Peran aktif pengembang di wilayah Surabaya Barat akan mempercepat terwujudnya Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB). Karena itu, pengembang diminta menyerahkan lahan mereka yang masuk jalur JLLB.
Pengembang perumahan memang berkewajiban menyerahkan fasum ke pemkot. Salah satu bentuk fasum itu adalah jalan atau taman. Aturan tersebut termuat pada Perda 7/2010 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas di Kawasan Industri, Perdagangan, Perumahan, dan Permukiman.
Lahan pengembang yang luasnya 25 hektare atau lebih kecil wajib menyerahkan 30 persen fasum. Pengembang yang punya lahan seluas 25–100 hektare wajib menyerahkan 40 persennya untuk fasum
J
Yang lebih dari 100 hektare, luas fasumnya 41 persen. Kepala Bappeko Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa JLLB ditargetkan bisa selesai tahun depan. ’’Pokoke selesai 2020,’’ jelasnya kemarin. Tahun ini pemkot juga berencana menganggarkan dana sekitar Rp 350 miliar untuk pembebasan lahan. Lahan-lahan tersebut tentu yang dimiliki warga. Bukan pengembang. Namun, lokasi-lokasi yang akan dibebaskan memang tidak secara terbuka diungkapkan ke publik. Pemkot khawatir semakin banyak spekulan yang bermain untuk menaikkan harga tanah.
Pada Kamis (1/8), pemkot sudah mengumpulkan sejumlah pengembang untuk diajak berembuk terkait JLLB. Mereka didorong untuk segera menyelesaikan penyerahan lahan yang akan dihitung sebagai fasum.
Sementara itu, anggota DPRD Surabaya Minun Latif menuturkan bahwa pemkot juga perlu menggandeng dewan yang punya dapil di jalur yang dilewati rute JLLB. Tujuannya, melakukan pendekatan kepada masyarakat agar lebih mudah dalam pembebasan. ’’Biasanya ada yang kenal cedak. Pas ketemu lebih enak. Jangan formal-formal ketemunya itu,’’ ucapnya.
Menurut dia, mendatangi langsung dari rumah ke rumah jauh lebih efektif dan cepat daripada mengundang warga untuk ikut pertemuan. ’’Pengembang relatif gampang. Yang agak sulit itu kalau urusannya dengan warga,’’ paparnya.