Jawa Pos

Enam Kali Finalisasi, Tetap Gagal Juga

-

SURABAYA, Jawa Pos – Seharusnya rapat pansus pajak bumi dan bangunan (PBB) sudah final kemarin. Penurunan tarif bakal terjadi. Namun, rencana pansus menjadi buyar karena pemkot tak sepakat dengan tarif yang diusulkan dewan.

Skema penghitung­an tarif sudah enam kali dilakukan. Pertama, skema tarif di draf raperda. Ada enam layer tarif dalam draf yang disusun badan pembentuka­n perda. Namun, pemkot langsung menolaknya sejak rapat pertama pansus. Sebab, potensi pendapatan yang hilang mencapai Rp 269 miliar.

Muncul tarif dengan sistem delta diusulkan Endung Sutrisno. Dia adalah perwakilan warga yang selama ini mengeluhka­n tarif PBB di Perda Nomor 10 Tahun 2010. Tarif tersebut dianggap tidak sesuai dengan kondisi terkini.

Dalam perda lama hanya dikenal dua skema tarif. Yakni, 0,1 persen dan 0,2 persen. Tarif bakal naik menjadi 0,2 persen selama nilai jual objek pajak (NJOP) warga sudah di atas Rp 1 miliar. Banyak warga yang NJOP-nya sudah melebihi Rp 1 miliar melayangka­n protes. Sebab, kenaikan PBB mereka bisa sampai tiga kali lipat.

Namun, tarif yang diusulkan Endung tetap ditolak. Sebab, penurunan pendapatan mencapai Rp 123 miliar. Pemkot masih menganggap­nya terlalu berisiko. Tarif delta tersebut akhirnya diotak-atik lagi. Hingga simulasi keenam, pemkot tetap tak setuju.

Kabid Pendataan dan Penetapan Pajak Badan Pengelolaa­n Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Anang Kurniawan menganggap perubahan tarif sangat berisiko. Sebab, potensi pendapatan yang hilang begitu tinggi. ”Penurunan pendapatan itu akan memengarui apa yang direncanak­an pada anggaran belanja,” kata Anang.

Dia menerangka­n, warga dapat mendapatka­n diskon sesuai peraturan wali kota yang disempurna­kan. Pemkot juga

NJOP Persentase Tarif

Di bawah Rp 500 juta 0,05 persen Rp 500 juta–Rp 1 miliar 0,1 persen Rp 1 miliar–Rp 2 miliar 0,15 persen Rp 2 miliar ke atas 0,2 persen Skema tarif tersebut adalah skema keenam yang diusulkan pansus. Pemkot sudah menghitung lima skema tarif sebelumnya. Namun, seluruhnya ditolak karena mengakibat­kan penurunan pendapatan yang dianggap tinggi.

sudah membuat program penghapusa­n sanksi administra­tif berupa denda PBB dalam rangka HUT Ke-726 Surabaya yang dianggap sudah sangat meringanka­n warga.

Akan ada tim yang diturunkan bagi warga berpenghas­ilan rendah yang memohon keringanan. Setelah diverifika­si dan dinyatakan

Taris Semula

0,1 persen

0,1 persen

0,2 persen

0,2 persen Angka penurunan mulai Rp 123 miliar hingga

Rp 269 miliar. Dewan mengusulka­n skema tarif terbaru dengan penurunan pendapatan hanya Rp 89 miliar. lolos, warga tersebut dianggap berhak mendapatka­n keringanan.

Dia juga meperhitun­gkan bahwa sebenarnya banyak warga yang mampu membayar PBB. Namun, gara-gara perubahan tersebut, mereka justru mendapat keringanan. ”Hal itu justru terasa kurang adil,” lanjut Anang.

Dengan semua alasan itu, Anang menganggap penurunan atau berubahan tarif PBB tidak bisa dilaksanak­an pemkot. Artinya, pembahasan pansus PBB selama ini bakal sia-sia.

Anggota Pansus Raperda PBB Achmad Zakaria menyayangk­an pernyataan sikap tersebut. Menurut dia, tarif PBB lama sudah sangat membebanka­n warga. Jika tidak diubah, akan banyak warga yang tetap protes setiap tahun. ”Gawat kalau begini. Kasihan warga yang bolak-balik melapor ke dewan karena tak mampu bayar PBB,” kata dia.

Zakaria meminta pemkot berpikir ulang. Ada tarif terbaru yang hanya berpotensi mengurangi pendapatan tak sampai Rp 90 miliar (lihat grafis). Tarif tersebut diusulkan Sukardi, pakar hukum Unair. Pemkot pun meminta waktu untuk berpikir kembali terkait dengan skema tarif itu.

Ketua Pansus Raperda PBB Anugrah Ariyadi juga kecewa. Dia sudah memenuhi arahan dari pejabat pemkot untuk bersurat ke wali kota mengenai usulan penurunan tersebut. Surat belum dibalas, tapi perwakilan pemkot sudah menolak perubahan tarif itu. ”Mereka ini maunya bagaimana? Saya bingung,” kata politikus PDIP tersebut.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? HEARING: Sukardi (dua dari kiri), pakar hukum Unair, memaparkan skema usulan tarif PBB kemarin.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS HEARING: Sukardi (dua dari kiri), pakar hukum Unair, memaparkan skema usulan tarif PBB kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia