Sepi di Kota, Ramai di Desa
MESKI berlangsung relatif lancar dan sukses, beberapa catatan mewarnai jalannya pilkades serentak di 264 desa seGresik pada 31 Juli. Salah satunya soal tingkat partisipasi.
Hingga saat ini, tren tingginya tingkat partisipasi pilkades tetap ’’terjaga’’. Indikasinya adalah tingginya angka kehadiran di sebagian besar desa. Namun, tren tersebut sedikit bergeser untuk desa-desa di daerah perkotaan. Tingkat partisipasinya menurun.
Hal itu terlihat dari rekapitulasi laporan hasil pelaksanaan pilkades yang dihimpun pemkab. Di sektor tingkat partisipasi pemilih, tingkat kehadiran tinggi masih dominan di desa-desa di luar wilayah kota (Gresik-Kebomas-Manyar).
Misalnya, di wilayah Cerme. Rata-rata tingkat partisipasi pilkades di desadesa di sana 80–95 persen. Namun, untuk desa-desa yang dekat wilayah kota, tingkat partisipasinya lebih rendah. Salah satunya di Morowudi.
Demikian juga di wilayah Benjeng, Balongpanggang, maupun desa-desa di wilayah selatan. Angka partisipasinya masih cukup tinggi. Yakni, di atas
Kabid Administrasi Pemerintah 80 persen (meski ada yang
Desa Dinas Pemberdayaan di bawah itu).
Masyarakat dan Desa Gresik Namun, situasi agak beda terjadi pada pilkades di desa-desa di wilayah kota. Beberapa di antaranya terbilang sepi. Misalnya, yang terjadi di Desa Suci (Manyar). Tingkat partisipasinya hanya 41 persen. Atau, di desa-desa di Kecamatan Gresik. Dari tiga desa yang menggelar pilkades, partisipasi tertingginya 62,4 persen.
Kabid Administrasi Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Gresik Nurul Muchid membenarkan adanya hal itu. Meski belum berani memastikan penyebabnya, ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu fenomena tersebut. ’’Salah satunya karakteristik maupun keseharian masyarakat di wilayah kota dan desa,’’ katanya.
Dia menyebutkan, mayoritas warga di desa-desa di wilayah kota memiliki kesibukan di luar rumah yang cukup tinggi. Berbeda dengan sebagian besar warga di pedesaan yang beraktivitas di lingkungan mereka.
Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat di tingkat desa terhadap pilkades sejak dulu memang tinggi. ’’Bahkan, di beberapa wilayah, banyak warga yang rela pulang dari perantauan hanya untuk nyoblos,’’ ujarnya.
Salah satunya karakteristik maupun keseharian masyarakat di wilayah kota dan desa. Bahkan, di beberapa wilayah, banyak warga yang rela pulang dari perantauan hanya untuk nyoblos.”