Jawa Pos

Ketika Ibu ”Melupakan” Aku

-

Ditinggal bertahun-tahun, semuanya sudah berubah. Termasuk rumah masa kecilnya yang kini menjadi poliklinik. Warga sekitar yang melihat ibu Eddy kebingunga­n akhirnya menceritak­an hal tersebut ke radio Suara Surabaya.

Yang membuat Eddy menyesal, berita itu tak langsung didengar telinganya. Malah, saudaranya di Sukodono, Sidoarjo, yang mengabarin­ya. ”Saya waktu itu ditelepon sama saudara saya. Dia bilang, ibumu hilang ya?” tutur Eddy. Karena merasa yakin ibunya masih ada di kamar rumah, Eddy pun mengelak. ”Saya jawab, enggak. Ibuku masih di kamar. Lagi tidur,” lanjut laki-laki 41 tahun itu.

Eddy tidak tahu bahwa ibu mertuanya benar-benar sempat hilang. Dia baru sadar ketika saudaranya itu mengantark­an ibu mertuanya ke rumah. ”Padahal, yang ditanyakan itu orang-orangnya sudah meninggal,” ucapnya.

Kini Eddy masih khawatir. Dia takut ibu mertuanya sewaktu-waktu menghilang dari rumah lagi. Hatinya selalu remuk saat mengingat kejadian itu. Bagaimana bisa kecolongan kehilangan ibu mertua. ”Istri sempat bertanya kepada saya apakah sebaiknya dia meninggalk­an pekerjaan demi bisa merawat ibunya,” katanya.

Ingatan ibu mertua Eddy kini menurun. Untuk menyapa ibunya, Eddy harus menyebutka­n nama. Bila tidak begitu, sang ibu tidak mengingat siapa yang datang. Dikiranya semua orang sama saja. ”Yang diingat hanya teman-teman kecilnya,” terangnya.

Hal serupa dialami sebuah keluarga di perkampung­an Kelurahan Ketegan, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Itu setahun lalu. Tak biasa, kali ini Maliki tidak kunjung datang dari pekerjaan rutinnya memotong rumput di sekitar Masjid Al Akbar Surabaya (MAS).

Tofa, anak pertama Maliki, gusar tatkala hari semakin malam. Begitu juga ibunya, Tukini. Duduknya tak tenang. ’’Kalau bapak tidak pulang malam ini, besok lapor polisi saja,’’ ungkap Tofa, menguatkan ibunya saat itu.

Di tempat lain, Jalan Ketintang, depan kantor PT Telkom Indonesia Divisi Regional 5, seorang lelaki tua tampak meringkuk. Hal itu membuat tiga mahasiswa Unesa curiga dan prihatin. Laki-laki tersebut seperti orang linglung, tapi tetap bisa diajak berkomunik­asi. Namanya Solikin. Tiga mahasiswa itu kemudian meminta bantuan warga.

Kabar hoaks pun beredar. Lelaki itu diduga dibuang dan ditelantar­kan. Lantas, Solikin dibawa ke kantor Kecamatan Jambangan. Diinteroga­si untuk dilacak alamat tinggalnya.

Saat sakunya dicek, tidak ada identitas yang tertinggal. Malah pria itu kedapatan membawa uang yang cukup banyak, Rp 500 ribu.

Ketukan pintu di rumah seakan menjawab doa Tofa dan keluarga. Ayahnya pulang. Air mata Tukini tak terbendung. Suaminya kembali bersama. Ya, di Surabaya kasus kehilangan orang terkasih hampir setiap hari terjadi. Coba Anda dengar radio. Ada saja orang yang mengaku kehilangan keluargany­a. Bisa setiap malam ada laporan begitu. Mereka kebingunga­n.

Bahkan, berdasar data yang dihimpun Jawa Pos tiga tahun terakhir, mereka yang kehilangan orang tua terus meningkat. Jumlahnya ratusan dalam setahun. Yang memprihati­nkan, hanya sebagian kecil yang akhirnya ditemukan.

Menurut petugas Command Centre (CC) 112 Arsiansyah Putra Panjaitan, setiap hari ada saja kasus penemuan maupun laporan kehilangan orang tua. Bahkan sehari bisa sampai empat kasus. ’’Tapi, memang yang lebih banyak adalah adalah penemuan orang demensia,’’ tuturnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia