Jawa Pos

Bisa Diseduh Mirip Teh, Kalahkan Rival dari Luar Negeri

Dua Putri Dayak Raih Emas di Korsel berkat Obat Penyembuh Kanker Payudara

- ANISA B. WAHDAH, Palangka Raya, Jawa Pos

Jangan remehkan alam. Sebab, alam menyediaka­n bermacam obat untuk berbagai penyakit. Pesan itulah yang berhasil disampaika­n dua siswi SMAN 2 Kota Palangka Raya ini kepada dunia.

KISAH sukses Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri berawal dari kegiatan ekstrakuri­kuler di sekolah mereka. Saat itu semua siswa jurusan ilmu pengetahua­n alam (IPA) diminta menerapkan ilmu yang telah dipelajari sehari-hari.

”Waktu itu kami mencari ide,

bahan apa yang bisa diteliti untuk ekstrakuri­kuler,” ucap Aysa kepada Kalteng Pos Kamis (1/8).

Aysa lantas teringat pada nenek temannya yang sembuh dari kanker payudara setelah mengonsums­i akar bajakah selama tiga bulan

Bajakah adalah tumbuhan khas Kalteng. Warga yang tinggal di pedalaman sering memanfaatk­an tumbuhan untuk mengobati berbagai penyakit. Termasuk tumbuhan bajakah.

Aysa dan tim ekstrakuri­kuler lantas berburu tumbuhan itu. Mereka mencari sampel di Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Aysa juga menemui nenek pengonsums­i akar bajakah dan warga pedalaman yang turut mengonsums­i akar tersebut. ”Orangorang pedalaman ini meyakinkan kami bahwa akar bajakah bisa menyembuhk­an kanker payudara. Banyak yang telah membuktika­n,” terang perempuan yang lahir pada 15 Januari 2002 itu.

Siswa-siswi SMAN 2 yang tergabung dalam tim akhirnya mengambil contoh akar dan mengirimka­n ke laboratori­um Universita­s Lambung Mangkurat (ULM) Kota Banjarmasi­n. Hasil uji lab membuktika­n bahwa akar bajakah memiliki kandungan berlimpah yang mampu menyembuhk­an kanker payudara. Kandungan itu antara lain saponin, alkoloid, steroid, terpenoid, flavonoid, tanin, dan fenolik. Zat-zat tersebut juga diyakini dapat menyembuhk­an tumor ganas.

Kabar itu langsung direspons Aysa dkk. Mereka mengolah akar tersebut menjadi bubuk. Proses pembuatann­ya sederhana. Akar bajakah dikeringka­n terlebih dahulu. Dapat secara manual dengan sinar matahari atau menggunaka­n oven. Lalu ditumbuk dengan alat tumbuk manual ataupun mesin blender.

”Kami menggunaka­n alat manual karena belum memiliki alat,” ucap gadis berkulit cerah itu. Bubuk tersebut lantas dikemas mirip teh. ”Mengonsums­inya cukup diseduh layaknya minum teh dengan takaran 1 gram bubuk akar bajakah dicampur dengan 500 mililiter air,” jelasnya.

Uji coba dilakukan selama kurang lebih tiga bulan. Mereka memberikan ramuan akar bajakah tersebut kepada tikus putih. Ternyata, selama sekitar dua minggu, sel tumor yang ada di tikus putih menghilang. ”Bahkan, tikus itu dapat tumbuh besar dan berkembang biak. Sel tumor yang sebelumnya positif menjadi nol sentimeter,” cerita Anggi –sapaan Anggina Rafitri– yang saat itu bersama Aysa.

Keberhasil­an itulah yang akhirnya dikemas menjadi karya ilmiah untuk mengikuti lomba Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universita­s Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Pemenangny­a akan dikirim ke Korea Selatan (Korsel) mewakili Indonesia.

”Di UPI kami mempresent­asikan hasil karya ilmiah itu bersamaan dengan beberapa sekolah seluruh Indonesia. Jangankan berpikiran ke Korea, berpikir menang melawan sekolah-sekolah se-Indonesia saja belum tentu,” lanjut perempuan yang lahir di Kota Palangka Raya pada 16 Desember 2002 itu.

Melihat penampilan sekolah-sekolah seIndonesi­a membuat mereka sedikit minder. Namun, mereka tetap bersemanga­t dan percaya diri. ”Tak disangka, kami menjadi perhatian dan menjadi juara, meraih medali emas, terbaik se-Indonesia,” kenang Anggi dengan bangga.

Sukses di Bandung, mereka akhirnya terpilih mewakili Indonesia untuk tampil pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan. Kali ini rival mereka adalah perwakilan dari 22 negara sedunia. Beban baru makin terasa di pundak mereka. Sebab, mereka kini tak hanya membawa nama sekolah, tapi juga nama negara. ”Rasa waswas terasa lebih dibanding sebelumnya. Lantaran yang kami lawan 22 negara,” lanjutnya.

Namun, Aysa dan Anggi tak mau kehilangan rasa percaya diri. Keduanya ingin membuktika­n bahwa anak-anak Kalteng mampu bersaing di tingkat internasio­nal. Anak-anak Kalteng dapat dikenal masyarakat dunia. ”Kami hanya menampilka­n yang terbaik. Kami sudah berusaha. Kami pasrahkan kepada Tuhan, menang atau kalah itu wajar,” tuturnya.

Untuk kali kedua, mereka mendapat kejutan yang tak disangka. Sebab, karya mereka diumumkan sebagai juara tingkat dunia. Mereka meraih medali emas. ”Tidak menyangka bisa mengalahka­n 22 negara. Kami senang karena bisa membuktika­n bahwa anak-anak Kalteng dapat berkreasi dan berinovasi. Mampu bersaing dengan anak-anak di luar Kalteng, bahkan luar negeri,” bebernya.

Dua siswi SMAN 2 Palangka Raya itu berharap kekayaan alam di tanah Dayak dilestarik­an dengan baik. Bila perlu, lanjut mereka, dibudidaya­kan dan dikembangk­an menjadi obat yang beredar luas. ”Kami inginnya penemuan ini dikembangk­an dan diketahui masyarakat luas,” ucapnya.

Menurut Anggi, bajakah tidak hanya mampu menyembuhk­an kanker. Tumbuhan tersebut juga dapat digunakan untuk mencegah dan menyembuhk­an tumor ganas, mengurangi radikal bebas dalam tubuh, menangkal radikal bebas, serta meningkatk­an kesehatan dan sistem kekebalan.

 ?? DOK PRIBADI FOR KALTENG POS ??
DOK PRIBADI FOR KALTENG POS
 ?? DOK PRIBA ?? WAKIL INDONESIA: Aysa dan Anggi setelah tampil di Seoul, Korea Selatan, 25–27 Juli 2019. Foto kanan, sertifikat dan medali emas yang mereka raih.
DOK PRIBA WAKIL INDONESIA: Aysa dan Anggi setelah tampil di Seoul, Korea Selatan, 25–27 Juli 2019. Foto kanan, sertifikat dan medali emas yang mereka raih.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia