Perebutan Kursi Ketua MPR Makin Panas
Tak Selalu Linier dengan Partai Pemenang Pemilu
JAKARTA, Jawa Pos – Perebutan kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberikan warna baru peta politik di tanah air. Koalisi parpol dalam Pemilihan Umum Presiden 2019 bisa jadi tak terlalu berperan. Sebab, lobilobi bisa dilakukan parpol dari koalisi mana pun untuk menawarkan paket pimpinan yang akan dipilih.
Sejauh ini, Partai Golkar termasuk paling agresif mengejar jabatan tersebut. Mereka berani mengklaim bahwa internal koalisi pendukung pemerintah telah sepakat memberikan jatah kursi itu kepada Golkar. Ace Hasan Syadzily, ketua DPP Partai Golkar, mengatakan bahwa kesepakatan itu pernah dibahas bersama di kantor DPP Partai Nasdem pada 22 Juli. Disebutkan juga, keinginan tersebut sudah disampaikan kepada Jokowi.
Ace sangat optimistis paket pimpinan MPR yang baru nanti bisa dipilih lewat musyawarah mufakat, bukan voting. Dia berharap Partai Golkar yang menjadi ketua MPR. ’’Kami akan terus menyampaikan keinginan Golkar kepada partai koalisi,’’ ucapnya kemarin.
Namun, yang disampaikan Ace tidak sepenuhnya disepakati anggota parpol koalisi Jokowi. PKB bersikukuh ingin mendapatkan jatah kursi itu. Padahal, pertemuan di kantor DPP Partai Nasdem yang diklaim Golkar menyepakati jatah kursi ketua MPR untuk partai beringin itu juga dihadiri Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Justru PKB tetap menyodorkan nama Muhaimin untuk menduduki jabatan tersebut.
PKB memang tidak sevulgar Golkar dalam mengejar kursi itu. Wasekjen PKB Daniel Johan menyatakan, musyawarah mufakat harus dikedepankan dalam memilih para tokoh yang akan memimpin MPR. Partainya akan terus membangun komunikasi positif dengan partai lain, khususnya dengan koalisi Jokowi. ’’Semuanya akan bisa diputuskan dengan baik melalui musyawarah mufakat,’’ tutur dia.
Di luar koalisi pendukung pemerintah, Partai Gerindra juga sangat serius mengincar kursi ketua MPR. Pertemuan antara Presiden Jokowi dan ketua umum Partai Gerindra di MRT pada 13 Juli lalu disebutsebut sebagai pintu masuk. Sumber
Jawa Pos menyebutkan bahwa pertemuan Prabowo Subianto dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada 24 Juli lalu juga menjadi sarana lobi-lobi untuk memuluskan Gerindra menjabat ketua MPR.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani tidak membantah partainya mengincar jabatan ketua MPR. Menurut dia, posisi itu sangat ditentukan lobi-lobi politik. ’’Sangat tergantung dinamika ke depan,’’ kata Ahmad kemarin (4/8).
Hasrat Gerindra untuk menjabat ketua MPR juga pernah ditegaskan Ketua DPP Gerindra Sodik Mudjahid. Dia menyatakan sangat realistis jika partainya kebagian jabatan itu sebagai salah satu bentuk rekonsiliasi pascapilpres. Jokowi-Ma’ruf telah menjadi presiden dan Wapres terpilih. PDIP sebagai pemenang pemilu sekaligus pendukung utama Jokowi-Ma’ruf juga sudah mendapat jatah kursi ketua DPR. Sebagai wujud rekonsiliasi, Gerindra dinilai berhak menjabat ketua MPR. ’’Saya kira ini adalah komposisi yang terbaik,’’ katanya.
Sementara itu, Partai Demokrat juga mulai terang-terangan mengincar kursi ketua MPR. Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menilai sangat pantas kalau pihaknya menduduki kursi tersebut. ’’Ini bagus. Bisa jadi pengulangan sejarah,’’ kata Syarief.
Menurut dia, Demokrat punya kedekatan sejarah dengan PDIP sebagai pemenang pemilu. Pada periode 2009–2014, Demokrat yang menjadi pemenang pemilu menyerahkan kursi ketua MPR kepada PDIP. Saat itu ketua MPR dijabat Taufiq Kiemas. ’’Pemilihan Pak Taufiq dilakukan secara musyawarah mufakat,’’ imbuh Syarief.
Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengungkapkan, jabatan ketua MPR tidak selalu linier dengan partai pemenang pemilu. Pada 2014, misalnya, Zulkifli Hasan (PAN) menjadi ketua MPR. Padahal, pemenang Pemilu 2014 adalah PDIP. ’’Artinya, jabatan ketua MPR bukan tergantung kekuatan kursi di parlemen. Sangat tergantung deal politik,’’ tandas Dedi.