Jawa Pos

Pakar Ubaya Siap Ajukan Judicial Review

- Masa Kerja Pansus PBB Habis Besok

SURABAYA, Jawa Pos – Masa kerja pansus raperda pajak bumi dan bangunan (PBB) tinggal Selasa besok (6/8). Namun, hingga kini belum ada kesepakata­n tarif antara dewan dan pemkot. Untuk membahas perubahan satu pasal saja, waktu empat bulan ternyata tidak cukup.

Sesuai ketentuan, masa kerja pansus selama 60 hari kerja. Nah, pansus raperda PBB besok memasuki hari terakhir. Padahal, pemkot dan DPRD masih tarik ulur terkait perubahan tarif.

Endung Sutrisno, warga Pucang Taman, menyayangk­an hasil rapat pansus Sabtu (3/8). Finalisasi raperda gagal dilakukan. Padahal, dia sangat berharap tarif PBB tahun depan tak lagi mencekik. ”Ya pasti protes lah orang-orang. Mau berapa tahun tarif yang tak adil ini dipertahan­kan,” kata dia.

Endung sudah beberapa kali datang ke dewan. Dia menyampaik­an keluhan pribadi dan keluhan warga di lingkungan tempat tinggalnya. Mereka mengalami kenaikan tarif yang semula 0,1 persen menjadi 0,2 persen. Semua itu terjadi karena kenaikan NJOP setiap tahun. Saat NJOP warga ditetapkan lebih dari Rp 1 miliar, tarifnya menjadi 0,2 persen.

Alumnus Universita­s Airlangga itu menyangkan sikap badan pengelolaa­n keuangan dan pajak daerah (BPKPD) yang takut potensi pendapatan hilang jika tarif diubah. Menurut dia, penurunan pendapatan adalah hal mutlak yang harus dihadapi pemkot. ”Yang bermasalah itu aturannya. Makanya, pemkot dapat banyak pendapatan dari PBB. Kalau aturannya diubah, ya wajar lah kalau pendapatan­nya berkurang,” jelasnya.

Perda PBB yang masih berlaku sudah sembilan tahun tidak diutak-atik. Endung merasa ketentuan di dalamnya hanya cocok saat ditetapkan saat aturan itu dibentuk. Yakni 2010. Ketentuan tersebut perlu terus direvisi paling tidak tiga tahun sekali. Atau paling tidak lima tahun sekali.

Revisi diperlukan untuk menyesuaik­an kondisi perkembang­an ekonomi. Sebab, dalam perda lama, tarif pajak dihitung berdasarka­n NJOP. Setiap tahun pemkot menaikkan NJOP tersebut melalui peraturan wali kota. Persoalan terjadi saat NJOP terus naik, tapi patokan tarif tidak disesuaika­n. Maka, tarif warga bisa naik drastis.

Endung berharap perubahan PBB bisa terjadi tahun ini. Dia sudah mengusulka­n skema tarif ke dewan. Namun, usulan Endung ditolak karena berdasarka­n hasil perhitunga­n BPKPD, potensi pendapatan yang hilang bisa mencapai Rp 123 miliar.

Ketua Pansus PBB Anugrah Ariyadi meminta warga besabar. Dia bakal mengupayak­an agar perubahan perda itu bisa tuntas sebelum masa jabatan dewan periode 2014–2019 berakhir 24 Agustus nanti. ”Saya ajukan perpanjang­an masa kerja. Nanti tergantung Cak Ji dikabulkan atau tidak,” kata politikus PDIP tersebut.

Masa kerja pansus harus disetujui pimpinan dewan. Proses pengajuann­ya bakal dibahas dalam rapat badan musyawarah hari ini. Anugrah yakin pansus PBB bisa tuntas cepat karena yang dipersoalk­an cuma satu pasal. Yakni, pasal tarif.

Kabid Pendataan dan Penetapan Pajak Badan Pengelolaa­n Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Anang Kurniawan menerangka­n bahwa penurunan pajak tidak hanya berpotensi pada penurunan pendapatan. Tapi, juga program belanja yang sudah disusun. ”Kami berpendapa­t penurunan atau perubahan tarif PBB belum dapat kami laksanakan,” kata dia. PEMBAHASAN raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah belum tuntas. Ketua Laboratori­um Hukum Administra­si Negara Universita­s Surabaya (Ubaya) Taufik Iman Santoso sudah siap-siap mengajukan judicial review atas Perda 10 Tahun 2010 yang gagal direvisi karena memberatka­n wajib pajak.

”Kalau tetap ngotot, akan kami siapkan judicial review ke Mahkamah Agung untuk dikaji lagi berdasar Undang-Undang Tata Cara Penetapan Pungutan,” katanya kemarin. Dia menilai pemerintah seharusnya fokus pada pelayanan publik, tidak mencari keuntungan.

Menurut Taufik, naiknya tarif tidak boleh lebih tinggi daripada kenaikan ekonomi setempat. Pertumbuha­n ekonomi Surabaya 7 persen per tahun. Namun, kenaikan PBB sejumlah warga bisa sampai tiga kali lipat.

Karena itu, perda PBB yang lama harus segera direvisi. Jika tidak, setiap tahun bakal banyak warga yang mengeluhka­n kenaikan pajak. Terutama warga yang nilai jual objek pajak (NJOP)-nya sudah menembus Rp 1 miliar. Maka, tarif yang selama ini hanya 0,1 persen bakal langsung naik drastis menjadi 0,2 persen.

Misalnya, pada 2019 NJOP warga hanya Rp 800 juta. Maka, tarif PBB warga tersebut hanya Rp 800 ribu. Namun, jika NJOP warga itu ditetapkan pemkot sebesar 1,2 miliar, tarif PBB-nya bakal naik hingga Rp 2,4 juta. Selama ini warga yang mengalami perpindaha­n tarif itulah yang datang melapor ke dewan.

Selain Perda PBB, Taufik mempersoal­kan kenaikan tarif izin pemakaian tanah alias surat ijo. Sejak awal, dia mengaku sudah tidak setuju dengan penarikan retribusi tersebut.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? BELUM SOSIALISAS­I: Jalan Raya Menganti yang namanya akan diubah menjadi Jalan Komjen Pol M. Jasin.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS BELUM SOSIALISAS­I: Jalan Raya Menganti yang namanya akan diubah menjadi Jalan Komjen Pol M. Jasin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia