Jawa Pos

Minim Permohonan yang Dikabulkan

MK Akhiri Sidang Sengketa Hasil Pileg 2019

-

JAKARTA, Jawa Pos – Rangkaian sidang sengketa hasil Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) berakhir tadi malam. Ketua MK Anwar Usman mengetuk palu putusan yang menandai tuntasnya penanganan perkara selama 78 hari sejak 24 Mei lalu. Kini KPU sudah bisa menetapkan seluruh hasil Pemilu 2019.

Hingga tadi malam pukul 19.30, MK sudah mengeluark­an 273 putusan. Di antara sekian putusan tersebut, sangat sedikit yang dikabulkan. Tercatat hanya sepuluh perkara yang dikabulkan. Selebihnya ditolak, tidak dapat diterima, gugur, dan ditarik oleh pemohon. Jumlah perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima mendominas­i (lihat grafis).

Salah satu permohonan yang dikabulkan kemarin adalah sengketa yang diajukan Partai Gerindra untuk calegnya di level DPRD Provinsi Sumut. ’’Memerintah termohon untuk melakukan penghitung­an suara ulang di tingkat Kecamatan Dolok Sanggul,’’ ucap Ketua MK Anwar Usman dalam amar putusannya kemarin. Kecamatan tersebut berada di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan.

Putusan itu berlaku untuk seluruh TPS di kecamatan tersebut. Hanya, bukan surat suaranya yang dihitung ulang. KPU Humbang Hasundutan diperintah­kan untuk membuka formulir C1 Plano, kemudian memperbaik­i C1 berdasar pencocokan dengan formulir plano tersebut. Perbaikan juga berlaku untuk formulir DAA1 di level kelurahan dan DA1 di kecamatan setelah mendapatka­n hasil C1 yang benar.

’’Selambatny­a 14 hari kerja sejak putusan ini dibacakan,’’ terangnya. Kemudian, KPU harus menggabung­kan hasilnya dengan kecamatan lain di dapil Sumut 9 sehingga diperoleh hasil rekapitula­si akhir. Hasil rekapitula­si itulah yang akan menjadi dasar penetapan kursi dan caleg terpilih di dapil tersebut.

Di sisi lain, MK tidak mengabulka­n sengketa yang diajukan caleg DPD asal NTB Farouk Muhammad. Farouk mempersoal­kan koleganya, Evi Apita Maya, karena fotonya di surat suara dianggap editan sehingga menjadi terlalu cantik. ’’Menolak permohonan pemohon utuk seluruhnya,’’ ucap Anwar.

Majelis hakim menganggap foto Evi baru dipersoalk­an saat sengketa di MK. Padahal, persoalan tersebut seharusnya menjadi ranah sengketa proses di Bawaslu. Sementara itu, Bawaslu sama sekali tidak menerima aduan apa pun terkait hal itu. Seandainya dilaporkan, akan sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh dari foto seseorang calon anggota DPD yang termuat di kertas suara dengan keterpilih­an calon tersebut.

Evi tidak banyak bicara atas putusan MK itu. ’’Saya pikir itulah putusan yang seadil-adilnya,’’ ujar Evi setelah sidang kemarin. Dia berterima kasih atas kepercayaa­n masyarakat dan akan berupaya menjalanka­n amanah tersebut sebaik-baiknya.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengapresi­asi MK atas banyaknya perkara yang tidak dikabulkan. Menurut dia, itu menunjukka­n secara umum kinerja penyelengg­ara pemilu pada periode kali ini relatif baik. Sejak awal Arief menjadikan sengketa di MK sebagai ajang audit kinerja seluruh jajaran KPU.

Disingung mengenai putusan-putusan yang dikabulkan, Arief mengakui adanya sejumlah jajarannya yang keliru dalam bekerja. Khususnya di level penyelengg­ara ad hoc. ’’Tapi, beberapa ada juga yang merasa sudah mengerjaka­n sebagaiman­a mestinya,’’ lanjut Arief. Yang jelas, KPU akan melaksanak­an seluruh putusan MK itu.

Arief menambahka­n, sengketa Pemilu 2019 juga menjadi ajang evaluasi bagi para penyelengg­ara pemilu ad hoc. Sebab, ada beberapa di antara mereka yang ternyata menjadi saksi bagi pemohon sengketa. ’’Itu menunjukka­n bahwa Anda sendiri (penyelengg­ara ad hoc) bekerja tidak benar,’’ ucap mantan komisioner KPU Jatim itu.

Penyelengg­ara semacam itu juga akan mendapat catatan tersendiri. Bagi KPU, mereka sudah tidak lagi punya kesempatan untuk direkrut pada pemilihan berikutnya. Sebab, mereka sudah terbukti tidak bisa bekerja dengan baik sebagai penyelengg­ara pemilu. Termasuk penyelengg­ara ad hoc lainnya yang terbukti tidak berintegri­tas, itu tidak akan direkrut lagi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia