Ketati Saja Seleksi Calon Rektor
Impor rektor asing untuk PTN tidak hanya bisa digugat dari sisi pendidikan. Pemerintah juga perlu memperhatikan aturan dari sisi ketenagakerjaan. Bagaimanapun, rektor termasuk tenaga kerja yang ketentuannya diatur juga dalam undang-undang. Berikut obrolan
Debora Danisa Sitanggang dengan pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar.
Jawa Pos
Dari segi ketenagakerjaan, apa yang seharusnya dipertimbangkan pemerintah sebelum mengimpor rektor asing?
Rektor sebenarnya juga termasuk tenaga kerja. Undang-Undang 13/2013 telah mengatur bahwa tidak boleh semua tenaga kerja asing masuk. Hanya yang expert yang memang punya keahlian untuk transformasi teknologi. TKA juga harus ada pendamping untuk memastikan waktunya dalam mentransformasikan teknologi itu. Masalahnya, apakah rektor asing masuk kriteria tersebut atau tidak. Yang saya perhatikan, rektor itu hanya untuk manajemen. Tidak ada transformasi teknologi atau keahlian khusus.
Relevankah wacana tersebut dengan regulasi yang ada dan kondisi ketenagakerjaan saat ini?
Kalau sekarang ini dianggap zaman digitalisasi, maka menjadi kebutuhan bagi pihak asing untuk datang ke sini dan menanamkan modal. Sah-sah saja jika ada universitas asing yang membuka kampus di sini. Justru menurut saya, rektor asing masuk PTN itu yang tidak perlu. Sebab, setiap PTN punya statuta. Misalnya, UI yang mengharuskan rektor warga negara Indonesia. Selain ada UU yang mengatur masalah itu, memasukkan rektor asing bisa terhitung menabrak statuta universitas masingmasing. Apalagi, salah satu syarat menjadi rektor PTN haruslah PNS.
Perlukah aturannya direvisi untuk mengakomodasi datangnya rektor asing ke PTN?
Silakan saja. Regulasi kan putusan politik legislatif dan eksekutif. Persoalan dalam kasus itu justru lebih ke sisi teknis. Saya pikir orang Indonesia juga mampu jika yang jadi masalah adalah persoalan manajerial. Tidak perlu mendatangkan rektor asing. Ini juga sebenarnya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing perguruan tinggi. Karena kan tujuannya bagaimana agar institusi itu maju.
Adakah solusi lain selain mendatangkan rektor asing untuk meningkatkan kualitas kampus negeri?
Menurut saya, tetap dengan rektor dari dalam negeri. Tetapi, tim seleksinya harus dikuatkan. Setiap pemilihan rektor kan pasti ada prosesnya. Diperketat saja di situ. Setiap calon harus jelas kontribusi yang akan diberikan ketika menjadi rektor. Kalau mendatangkan rektor asing hanya untuk prestise, apakah menjamin universitas langsung naik peringkat dunia? Belum tentu. Perlu diperhatikan juga infrastruktur pendidikannya, kualitas mahasiswanya. Tinggal bagaimana me-manage saja.