Jawa Pos

Warga Tagih Revisi Perda PBB

-

SURABAYA, Jawa Pos – Berhasil atau tidaknya revisi tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) ditentukan dalam dua pekan ke depan. Itu adalah sisa masa jabatan DPRD Surabaya periode 2014– 2019. Jika belum tuntas, pembahasan perda diulang dari awal.

Pansus baru harus dibentuk. Berisi orang-orang baru yang terpilih pada pemilu April lalu. Pembahasan perda yang digarap sejak April itu bakal sia-sia. ”Ya jelas. Orang-orangnya baru. Arah pemikirann­ya jelas beda,” kata Ketua Badan Pembentuka­n Perda DPRD Surabaya M. Machmud.

Di antara semua tanggungan perda yang dibahas di dewan, Machmud menganggap Perda PBB-lah yang paling penting. Sebab, ketentuan itu menyangkut nasib banyak orang. Terutama mereka yang merasakan kenaikan PBB hingga tiga kali lipat.

Mantan Kepala Inspektora­t Surabaya Agoes Winajat termasuk warga yang terimbas kenaikan tersebut. Dia sudah berkali-kali datang ke DPRD Surabaya melayangka­n protes. Bahkan, dia juga mengusulka­n sejumlah pasal kepada pansus. Winajat sangat kecewa saat mengetahui bahwa pembahasan pansus masih deadlock.

”DPRD harus ngotot dengan perjuangan karena Anda manifestas­i rakyat,” jelas Winajat.

Winajat sudah berkali-kali mengatakan bahwa perda yang berlaku saat ini sangat tidak adil. Bukan cuma penentuan tarifnya yang perlu disesuaika­n dengan perkembang­an zaman. Tapi juga penetapan nilai jual objek pajak (NJOP). Waktu ideal penyesuaia­n NJOP yang diatur undangunda­ng adalah tiga tahun sekali. Namun, pemkot menaikkan NJOP tersebut setiap tahun. Persoalan terjadi karena cara penilaian NJOP masih dipukul secara zonasi.

Selain meminta dewan lebih ngotot, Winajat mengingatk­an bahwa perubahan Perda PBB harus dilakukan untuk menyesuaik­an ketentuan yang lebih tinggi. Sudah ada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208 Tahun 2018 tentang Pedoman Penilaian PBB. Nah, Perda Nomor 10 Tahun 2010 sudah tak sesuai dengan ketentuan tersebut. ”Makanya, itu harus tetap diganti,” jelasnya.

Ketua Pansus Perda PBB Anugrah Ariyadi menyatakan siap menyelesai­kan pembahasan PBB. Namun, rapat tidak bisa dilakukan karena masa kerja pansus sudah habis 6 Agustus lalu. ”Sudah kami ajukan perpanjang­an, tapi belum mendapat persetujua­n,” katanya.

Dalam rapat terakhir, pansus dan pemkot masih berkutat pada pasal tarif. Pemkot belum mau menyetujui tarif-tarif yang diajukan oleh dewan. Sebab, seluruh tarif tersebut berpotensi menurunkan pendapatan daerah. Pemkot masih mengkaji usulan tarif terbaru. Hasil pengkajian itu bakal disampaika­n dalam rapat selanjutny­a. Dengan catatan, perpanjang­an masa kerja pansus disetujui.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia