Bawaslu Desak Revisi UU Pilkada
Agar Kewenangan Pengawasan Mirip Pemilu
JAKARTA, Jawa Pos – Pelaksanaan Pilkada 2020 berpotensi menggerus kewenangan Bawaslu. Khususnya Bawaslu kabupaten/ kota. Penyebabnya, pelaksanaan pilkada serentak merujuk pada Undang-Undang (UU) 10/2016 tentang Pilkada.
Dalam UU Pilkada tersebut, salah satu yang paling mencolok adalah struktur Bawaslu yang masih berupa lembaga ad hoc. Jumlahnya pun masih tiga orang di kabupaten/kota.
Itu berbeda dengan Pemilu 2019 yang menggunakan UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Di Undang-Undang Pemilu, Bawaslu kabupaten/kota sudah berstatus lembaga permanen dengan lima anggota. ’’Ini yang kami khawatirkan,’’ kata anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat diskusi di Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, kemarin (12/8).
Penerapan UU 10/2016 pun membawa konsekuensi bagi Bawaslu. Khususnya terkait dengan kewenangan dalam pengawasan dan penindakan pelanggaran pilkada. Misalnya, memproses penanganan pelanggaran pidana pemilu sampai putusan dan kewenangan ajudikasi. ’’Nah, di pilkada nanti hanya berhenti pada pengawasan. Tanpa ada kewenangan lain-lain,’’ paparnya.
Berbagai kewenangan di atas berpotensi hilang pada Pilkada 2020. Padahal, jumlah dan jenis pelanggaran di pemilihan umum kepala daerah bisa jadi sangat masif. Bahkan bisa jadi lebih marak dan parah daripada Pileg/Pilpres 2019. Namun, penegakan hukum atas pelanggaran pemilu sulit dilaksanakan. ’’Bagi Bawaslu, Pilkada 2020 berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum,’’ papar Rahmat.
Bagaimana solusinya? Bawaslu mendesak agar UU 10/2016 segera direvisi. Dalam waktu dekat, pihaknya mengadakan rapat dengan Komisi II DPR. Salah satu masukannya ialah meminta komisi II untuk merevisi UU Pilkada. Opsi yang lain adalah melakukan judicial review atas UU 10/2016. ’’Kami hanya ingin memaksimalkan peran seperti Pemilu 2019 lalu,’’ imbuhnya. ’’Tanpa peran kuat Bawaslu, rasanya pelanggaran pilkada akan semakin marak dan parah,’’ tegas Rahmat.
Bisakah UU Pilkada direvisi? Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali tidak bisa menjanjikan. Bahkan, dia pesimistis bisa merevisi UU Pilkada. Alasannya, masa tugas anggota dewan periode 2014–2019 berakhir September mendatang. Pada 1 Oktober akan dilantik anggota DPR periode 2019–2024. ’’Terkait revisi itu, mungkin kita berharap pada anggota dewan baru nanti,’’ kata Zainudin.
Sebagaimana diketahui, Pilkada 2020 akan diikuti 270 daerah. Terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. KPU menjadwalkan pilkada serentak pada 23 September 2020.