Rata-Rata Gunakan 10 Kg Kresek Sebulan
SURABAYA, Jawa Pos – Sampah plastik kini menjadi musuh utama ekologi. Termasuk di Surabaya. Tahap demi tahap pembatasan plastik sekali pakai dan styrofoam di Surabaya mulai dilakukan Pemkot Surabaya. Yang terbaru, mereka membuat surat edaran berisi imbuan. Meskipun masih imbauan, ungkap pemkot, itu adalah langkah awal menuju pengetatan dan pelarangan yang lebih masif.
Surat imbuan yang ditandatangani Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tersebut berisi larangan untuk menggunakan kantong plastik sekali pakai. Surat itu tidak hanya ditujukan untuk organisasi perangkat daerah di Surabaya, tetapi juga instansi lain. Antara lain, pengusaha restoran, ritel, rumah makan, coffee shop, bar, rumah minum, toko roti, pusat penjualan makanan, dan jasa boga. Surat yang sama ditujukan ke pimpinan bank, hotel, mal, supermarket, dan tempat hiburan umum. Bahkan, pengelola pasar juga mendapatkan surat imbauan tersebut.
Menindaklanjuti imbauan itu, kemarin (14/8) sejumlah pejabat di organisasi perangkat daerah langsung terjun ke lapangan. Mereka disebar ke semua instasi atau entitas bisnis yang tertulis dalam surat tersebut. ”Ada yang ke pasar. Ada yang ke hotel. Ada juga yang pusat perbelanjaan. Dinas pedagangan, misalnya. Minimarket juga,” ujar Kabaghumas Pemkot Surabaya M. Fikser.
Ada lima poin dalam surat tersebut. Antara lain, tidak lagi menggunakan bungkus plastik dan styrofoam untuk makanan dan minuman. Yang digunakan kantong plastik ramah ramah lingkungan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
”Juga diimbau untuk memilah sampah sekurang-kurangnya tiga jenis sampah. Yakni, sisa makanan, plastik, dan kertas,” tutur Fikser. Imbauan itu juga didasarkan pada Perda 1/2019 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya.
Berdasar data dari sistem informasi pengelolaan sampah nasional, tahun lalu Surabaya dilaporkan menghasilkan 1.477 ton sampah per hari yang ditimbun ke tempat pembuangan akhir. Sementara itu, jumlah timbunan sampah mencapai 2.790 ton per hari. Jadi, lebih dari 1.300 ton yang dapat didaur ulang.
Dari jumlah timbunan sampah itu, yang paling banyak memang sampah rumah tangga. Yakni, 54,31 persen. Terbanyak kedua adalah sampah plastik dengan 19,44 persen (selengkapnya lihat grafis).
Lebih lanjut, Fikser mengungkapkan bahwa imbauan tersebut akan ditindaklanjuti dengan upaya-upaya lain yang lebih ketat. Misalnya, larangan menggunakan kantong plastik. ”Tahun ini juga rencananya. Ada regulasi untuk pelarangan atau tidak menggunakan itu,” jelasnya.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya Agus Hebi Djuniantoro pada satu kesempatan menuturkan, rencananya, ada pengurangan sampah sampai 2025. Dia menyebutkan, sekitar 60 persen yang menimbulkan sampah ialah masyarakat. Sebanyak 40 persen sisanya adalah hotel, pasar, restoran, serta lainnya. ”Ke depan memang yang kami sasar hotel, apartemen, mal, dan sebagainya itu supaya mereka juga ikut kurangi sampahnya,” ungkapnya.
Selama ini memang ada retribusi sampah. Pengusaha hotel, apartemen, atau mal membayar retribusi yang diwajibkan. Padahal, mereka juga diharapkan bisa ikut mengurangi sampah yang dihasilkan. ”Jadi, kami tak mau menaikkan retribusi. Tapi, pengurangan yang harus dia lakukan,” tuturnya.
Agus menyatakan sudah berkomunikasi dengan manajemen PD Pasar Surya terkait sampah di pasar. Komoditas yang dijual di pasar tradisional itu tak terlalu menimbulkan banyak sampah. ”Contohnya, kelapa sak sabute. Kalau bisa, ya hanya kelapa yang masuk ke sini,” katanya.
IMBAUAN untuk tidak menggunakan kantong plastik mendapatkan respons yang positif. Diperlukan solusi yang lebih konkret dari pemerintah kota untuk penggantian kantong plastik itu. Terutama bagi para pedagang tradisional yang sehari-hari sudah biasa menggunakan kantong plastik. Harganya murah. Kantong plastik juga praktis.
Achmad Boesiri, pedagang di Pasar Wonokromo, menuturkan, dalam sebulan, dirinya bisa menghabiskan paling banyak 2 kilogram kresek. Barang yang dia jual seharihari adalah konfeksi.
”Pedagang basah yang banyak. Sehari, bisa 2–3 kilogram. Itu berbagai macam ukuran,” ujar Boesiri yang juga Kabid Hukum dan Humas Kumpulan Pedagang Pasar Surabaya (KPPS).
Di Pasar Wonokromo ada sekitar 2.000 pedagang. Untuk pedagang pasar basah mulai sayuran hingga daging dan sejenisnya, ada sekitar 800 pedagang. Dalam sebulan, satu pedagang bisa menghabiskan 10 kilogram kresek. ”Taksiran saya, rata-rata 8.000 kg atau 8 ton untuk sampah plastik dari pedagang basah saja. Memang
SAMPAH TEROLAH
Pengomposan (compositing) Daur ulang bahan baku Daur ulang produk kreatif Bahan bakar Biogas
Bank sampah Lainnya
TIMBUNAN SAMPAH
Rumah tangga Kantor Pasar tradisional Pusat perniagaan Fasilitas publik Kawasan Lainnya : 307,14 ton/hari : 715,87 ton/hari : 24,60 ton/hari : 1,40 ton/hari : 0,31 ton/hari : 123,02 ton/hari : 104,57 ton/hari : 1.212,64 ton/hari : 138,78 ton/hari : 126,51 ton/hari : 351,66 ton/hari : 371,15 ton/hari : 166,95 ton/hari : 423,21ton/hari banyak,” ucapnya.
Para pedagang pun sejatinya tahu kresek itu tak mudah diurai alam. Dibutuhkan waktu hingga tahunan untuk mengurai plastik tersebut. Tetapi, karena kresek praktis dan murah, para pedagang belum mempunyai pilihan lain. Persentase sisa makanan: 54,31 % Persentase kayu ranting daun: 1,61 % Persentase kertas: 14,63 % Persentase plastik: 19,44 % Persentase logam: 0,48 % Persentase kain tekstil: 1,47 % Persentase karet kulit: 2,33 % Persentase kaca: 1,12 % Persentase lainnya:
4,61 % ”Kalau ada pengganti kresek yang murah dan praktis, tentu pedagang mau,” jelasnya.
Dia menyatakan, pendekatan melalui aturan tidak akan efektif untuk mengatasi kebiasaan para pedagang tersebut. Sosialisasi sudah sering dilakukan. Mulai mahasiswa hingga LSM. Tetapi, sampah memang berkurang sehari dua hari, lantas sesudah itu banyak lagi. ”Mbok yao menyediakan solusi itu. Jangan pendekatan ke aturan saja,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey menuturkan bahwa diperlukan lebih banyak kampanye tentang bahaya kresek tersebut. Mulai bahaya lingkungan hingga penyakit. ”Tapi, juga harus ada solusi. Jangan sampai kemudian hanya imbauan dan larangan. Tak ada solusi. Khawatirnya ada reaksi dari masyarakat,” ucapnya.
Dia pun mengapresiasi imbuan untuk memilah sampah itu. Pemilahan tersebut bisa mengurangi sampah yang akhirnya ditimbun di TPA Benowo. ”Sementara sampah yang didaur ulang bisa dipergunakan seperti kertas dan plastik. Sampah sisa sayur bisa jadi kompos,” ungkapnya.