Pusat Perbelanjaan Menggeliat
Bandara Hongkong Kembali Normal
HONGKONG, Jawa Pos – Tidak ada satu pun poster yang tercecer di Terminal 1 Bandara Internasional Hongkong kemarin (15/8). Bersih. Hanya, banyak polisi yang berjaga. Mulai pintu masuk keberangkatan hingga loket check-in. Beberapa polisi patroli memantau area.
Penjagaan di bandara tersibuk ke-8 dunia itu memang lebih ketat. Apalagi setelah pecah kerusuhan antara pendemo dan polisi Rabu malam (15/8)
Hanya yang punya tiket pesawat yang boleh masuk. ”Biasanya pengantar boleh masuk sampai area check-in. Sekarang tidak,” tutur Wahyuningsih, warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Hongkong, kepada Jawa Pos pukul 16.30 waktu setempat kemarin.
Di antara empat pintu gerbang masuk, hanya dua yang dibuka. Yakni, pintu 2 dan 3. Pintu 1 dan 4 ditutup.
Situasi di Bandara Hongkong kini berangsur pulih. Penerbangan sudah beroperasi 100 persen. Tidak buka tutup operasi lagi seperti dua hari sebelumnya. Tidak pula terlihat pendemo yang biasanya ngemper di terminal keberangkatan maupun kedatangan. ”Tadi pagi (kemarin, Red) polisi sudah mencopot atribut poster unjuk rasa. Semuanya sudah bersih,” kata Siti Hayani, WNI yang lain.
Sempat tersiar kabar di grup aplikasi percakapan WhatsApp WNI yang berada di Hongkong bahwa kemarin demo dijadwalkan berlangsung di Kantor Pajak Wan Chai. Sama persis dengan informasi yang diberikan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hongkong. Lokasi demo tersebut berjarak 38 km dari Bandara Internasional Hongkong. Dibutuhkan waktu 45 menit perjalanan dengan menggunakan moda mass transit railway (MTR).
Namun, sesampai di sana, pukul 17.37, tidak terlihat tanda-tanda aksi. Semua normal seperti biasanya. Saat jam pulang kerja, masyarakat Hongkong dengan berjalan kaki berbondong-bondong menuju Stasiun Wan Chai maupun antre di halte bus untuk bergegas pulang ke rumah. ”Aku nggak melihat ada demo di sini sejak tadi,” ucap Ivan Chan, seorang pekerja di kawasan Gloucester Road itu.
Jawa Pos bertemu dengan Dominic Law, reporter NOW TV Hongkong. Dia memberi tahu bahwa kemarin tidak ada unjuk rasa. Aksi biasanya berlangsung pada akhir pekan. ”Kawasan Hongkong Island memang menjadi sasaran. Terutama gedung-gedung pemerintahan, tempat wisata publik, dan kawasan perbelanjaan.”
Tiga tempat tersebut memang sentral. Apalagi, Hongkong terkenal karena dua hal: wisata dan belanja murah. Jika tempat tersebut dijadikan sasaran unjuk rasa, denyut wisata dan belanja pasti terganggu. Imbasnya, roda perekonomian bisa lumpuh.
Dari Kantor Pajak Wan Chai, kami beranjak menuju Causeway Bay, surganya para shopaholic. Menjelang malam, situasi semakin ramai. Semakin banyak orang yang datang untuk berbelanja. Mulai sepatu, tas, pakaian, kosmetik, hingga perhiasan. Lengkap.
Kawasan tersebut lumpuh saat ribuan orang melakukan long march untuk memprotes RUU Ekstradisi pada 16 Juni lalu. Titik start dimulai dari Victoria Park dan berakhir di kompleks legislatif Admiralty. Rute tersebut praktis melewati kawasan Causeway Bay. Khususnya kawasan pusat perbelanjaan Sogo yang berada di persimpangan Yee Wo Street.
Persimpangan tersebut mempertemukan massa dari berbagai penjuru. Seluruh toko tutup. Tidak ada aktivitas jual beli. Padahal, seharusnya akhir pekan merupakan momen para wisatawan untuk berbelanja.
Danny Liu, manajer toko apparel olahraga, menuturkan, saat itu pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Polisi mengimbau agar tidak ada yang buka saat itu. Perekonomian lumpuh.
Tadi malam kepolisian setempat mengumumkan bahwa pengunjuk rasa akan kembali melakukan long march di Causeway Bay pada Minggu (18/8). Aksi berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 23.00.