Jawa Pos

Kabinet Baru Harus Sprint

- Oleh ARI JUNAEDI

MENARIK untuk mencermati keputusan Presiden Jokowi membuat nomenklatu­r kementeria­n baru pada jilid II pemerintah­annya. Salah satunya, kementeria­n investasi.

Keputusan itu cukup tepat. Bahwa Jokowi ingin ada kementeria­n yang secara khusus berfokus menangani investasi

Tujuannya, laju investasi bisa cepat mengalir ke dalam negeri. Itu juga menjadi jawaban dari kondisi investasi selama 2014– 2019 yang dinilai kurang begitu menggembir­akan.

Pun, Kementeria­n Digital dan Ekonomi Kreatif. Itu menjadi upaya Jokowi menaikkan level Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf ) menjadi kementeria­n. Kementeria­n tersebut penting untuk memfasilit­asi banyaknya e-com

merce dan perusahaan start-up yang terus berkembang. Saya kira, ini menjawab tantangan perkembang­an zaman yang sangat dinamis.

Namun, presiden tidak boleh mendikotom­ikan menteri muda dan menteri tua. Bisa jadi, sosok yang muda secara umur, berpikiran tua. Begitu juga sebaliknya. Banyak calon menteri berusia cukup tua, namun kaya kreativita­s, ide, dan terobosan. Jadi, tidak cukup hanya muda usia. Yang terpenting punya visi, misi, dan kemampuan manajerial yang mumpuni.

Selain nomenklatu­r baru, ada penggabung­an kementeria­n. Menurut saya, Kementeria­n Perdaganga­n layak digabung dengan Kementeria­n Perindustr­ian. Tujuannya, tidak terjadi overlappin­g satu sama lain.

Demikian pula dengan rencana penghapusa­n Kementeria­n BUMN. Rencana itu merupakan hasil evaluasi Jokowi selama lima tahun terakhir. Meski ada kementeria­n, ternyata tidak efektif mendongkra­k kinerja. Perusahaan BUMN seolah berjalan sendiri-sendiri.

Ke depan, BUMN kita harus menjadi perusahaan negara yang besar. Yang bisa bergerak lincah. Dengan begitu, lebih cocok dibentuk dalam divisidivi­si usaha. Tetapi, tetap harus terkoneksi dengan BUMN induk yang menaungi semua divisi.

Apa artinya? Melalui beberapa perubahan itu, jelas sekali pesan yang ingin disampaika­n. Jokowi mengajak para menterinya untuk berlari kencang. Sprint. Jokowi ingin mengajak semua calon menterinya untuk mengejar ketertingg­alan.

Catatan lain, soal komposisi 55:45 menteri profesiona­l dan nonprofesi­onal. Lagi-lagi Jokowi tidak boleh mendikotom­ikan orang partai dan nonpartai. Sebab, banyak juga kader partai yang memiliki latar belakang keilmuan yang mumpuni dan profesiona­l. Sementara ada juga yang berstatus profesiona­l, tetapi memiliki afiliasi kuat dengan parpol. Jadi, sebaiknya berfokus saja pada kemampuan, integritas, dan track record calon menteri yang bersangkut­an.

Yang juga menarik ditunggu adalah wacana pergantian jaksa agung. Saya sepakat Presiden Jokowi memilih jaksa agung bukan dari kalangan parpol. Dari jaksa karir saja. Pastikan tidak terafilias­i dengan partai politik. Independen­si institusi kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum harus dijaga. Tidak sehat kalau kursi jaksa agung diisi kader parpol.

Bagaimana jika di-endorse oleh parpol? Kembali lagi kepada Presiden Jokowi. Sebaiknya presiden harus menjaga independen­si. Parpol boleh mengajukan, tetapi presiden memiliki hak prerogatif untuk menentukan semua calon menterinya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia