Berkat Teriakan ’’Rocky Balboa’’
ADRIAN San Miguel memekik keras setelah eksekusi penyerang Chelsea Tammy Abraham mentah di kakinya. Aksi kiper cadangan itu memastikan kemenangan Liverpool dalam adu penalti (54). Juga membuat kiper 32 tahun tersebut merasakan gelar Piala Super Eropa dalam starter pertamanya bersama The Reds.
’’Ini pekan yang gila buat saya karena bisa meraih trofi pertama dalam karir saya dan saya senang bisa membuat bahagia para fans (Liverpool),’’ ucap Adrian saat diwawancarai BT Sport.
Eks kiper West Ham tersebut sempat menanggung beban besar ketika membuat Chelsea dihadiahi penalti pada menit ke-99. Saat itu Adrian berupaya menutup laju Abraham di kotak penalti yang membuat striker bernomor 9 tersebut jatuh. Stephanie Frappart, wasit perempuan asal Prancis, pun langsung menunjuk penalti. Jorginho dengan dingin mengeksekusi kesempatan itu untuk membuat skor jadi 2-2.
’’Saya coba menghentikan dia (Abraham) ketika melihat dia merangsek. Namun, dia penyerang yang cerdas. Saya rasa dialah yang menyenggol saya,’’ jelas Adrian. ’’Saya menjelaskan kepada wasit, tetapi percuma,’’ lanjut kiper yang membuat debut saat Liverpool menang 4-1 atas Norwich City di matchweek pertama Premier League 2019–2020 itu (10/8).
Terlepas dari insiden tersebut, pelatih Liverpool Juergen Klopp tetap memberikan pujian setinggi langit kepada Adrian. ’’Cerita yang luar biasa dari Adrian. Seperti Rocky (Balboa),’’ teriak Klopp.
Yang dimaksud Klopp adalah karakter utama dalam film tentang seorang petinju yang dibintangi Sylvester Stallone. Lalu, apa hubungannya? Tak lain karena Adrian punya teriakan yang keras di ruang ganti untuk menyemangati rekan setimnya. Teriakan yang mirip-mirip Rocky. ’’Teriakannya lebih keras daripada saya saat turun minum. Emosi ala orang Spanyol,’’ tutur Klopp tentang kiper kelahiran Seville, Andalusia, itu.
ISTANBUL, Jawa Pos – Dua kali berlaga di Istanbul, dua kali pula Liverpool mengangkat trofi. Ceritanya pun sama. The Reds harus melalui drama adu penalti. Setelah 14 tahun lalu atau saat memenangi Liga Champions 2005, kemarin dini hari WIB (15/8) keberuntungan menaungi Liverpool di Piala Super Eropa.
Dalam laga di Vodafone Park tersebut, Liverpool mengalahkan Chelsea 5-4 pada babak tos-tosan setelah waktu normal dan babak tambahan waktu skor masih seri 2-2. Sementara itu, ketika mengangkat Si Kuping Lebar, julukan trofi Liga Champions, The Reds menaklukkan AC Milan 3-2 dalam adu penalti setelah bermain 3-3 hingga 120 menit.
Bedanya terletak pada venue pertandingan atau stadion. Dalam Miracle of Istanbul 2005, julukan final yang diberikan untuk Liverpool kala itu, laga dimainkan di Ataturk Olimpiyat Stadi yang menjadi home ground timnas Turki. Di sisi lain, Vodafone Park merupakan kandang Besiktas.
Meski begitu, atmosfer pertandingan kemarin dan 14 tahun lalu diakui pelatih Liverpool Juergen Klopp hampir sama. ’’Ini (Istanbul) adalah kota yang spesial bagi Liverpool. Saya tak tahu berapa angka suporter yang datang ke sini, tapi saya berterima kasih karena mereka sudah menunjukkan rasa cinta yang demikian besar,’’ kata Klopp seperti dilansir Eurosport.
Gelandang Liverpool James Milner juga mengakui kedekatan antara timnya dan Istanbul. Slogan Istanbul is Red sudah didengar pemain 33 tahun tersebut beberapa hari sebelum pertandingan. ’’Karakter kota ini sangat menyatu dengan spirit tim dan kami tahu bagaimana bisa menang dalam situasi yang sulit. Liverpool dan Istanbul merupakan satu kesatuan yang pas dan tak terpisahkan,’’ ucap pemain yang bermain selama 64 menit sebelum digantikan Georginio Wijnaldum tersebut.
Bek tengah The Reds Virgil van Dijk menambahkan, di level Eropa, hanya Monaco dan Roma yang levelnya setara Istanbul. Yakni, sama-sama pernah menjadi saksi Liverpool memenangkan gelar di ajang Eropa sebanyak dua kali (selengkapnya lihat grafis). ’’Atmosfer Istanbul memang menyenangkan dan atmosfer seperti inilah (bising, Red) yang kami inginkan. Kami bangga meneruskan tradisi menang di kota yang bersejarah ini,’’ tutur Van Dijk kepada Goal.
Memenangi adu penalti tidak dimungkiri sangat bergantung kepada faktor yang bernama keberuntungan. Jika menilik statistik pertandingan, Chelsea lebih unggul dalam penguasaan bola (51 persen berbanding 49 persen) maupun peluang (14 berbanding 12). Bahkan, taktik Klopp menjajal Alex Oxlade-Chamberlain sebagai wide attacker bersama Mohamed Salah dan Sadio Mane tidak efektif.
Alhasil, setelah turun minum, Chambo –sapaan akrab Oxlade-Chamberlain– digantikan partner Mane-Salah selama ini, Roberto Firmino. Pergantian itu terbukti jitu. Dua gol Mane (48’ dan 95’) merupakan andil Firmino. Pada gol pertama, setelah kiper Chelsea Kepa Arrizabalaga memblokade tendangan Firmino, Mane kemudian menyambar bola tersebut.
Untuk gol kedua, setelah melakukan penetrasi di kanan pertahanan Chelsea, Firmino mengirim bola diagonal yang dikonversikan menjadi gol oleh kapten timnas Senegal itu. ’’Bobby (sapaan akrab Firmino, Red) memiliki peran yang cukup vital dan Mane bermain dalam posisi yang sangat bagus,’’ ucap Klopp kepada Deutsche Welle.
’’Bobby adalah pemain dengan karakter berbeda dibanding yang lain,’’ imbuh pelatih yang kini punya koleksi tujuh trofi sepanjang karirnya tersebut.
Mengenai keputusan memainkan Chambo ketimbang Bobby sebagai starter, Klopp memiliki pertimbangan sendiri. Klopp ingin menambahkan rasa percaya diri kepada pemain yang sepanjang musim lalu berkutat dengan cedera lutut itu untuk masuk skema permainan Liverpool. ’’Ox bisa bermain lebih bagus daripada waktu yang lampau. Setelah periode cedera yang lama, dia membutuhkan waktu untuk masuk dengan ritme tim,’’ jelasnya.