Niat Nonton Iwan Fals yang Berujung Kecelakaan
Rendra Kurniawan tidak mau jatuh dalam keterpurukan. Menderita tetraplegia akibat kecelakaan pada 2003 dijadikan sebagai motivasi untuk terjun ke dunia usaha.
Sukses Rendra Kurniawan, Penyandang Disabilitas yang Tidak Pantang Menyerah
EKO SULISTYONO, Jawa Pos
RENDRA Kurniawan tidak lumpuh sejak lahir. Kecacatan dialaminya setelah terjadi kecelakaan pada 2003. Kala itu, Rendra bersama seorang rekannya hendak membeli tiket konser di kawasan Sidoarjo. ”Karena tempat penjualan tiket di Surabaya sudah kehabisan semua,” kata Rendra memulai pembicaraan beberapa waktu lalu.
Banyak band rock papan atas yang akan tampil di konser tersebut. Warga Jalan Ikan Sepat, Perak Barat, Krembangan, itu semakin bersemangat mencari tiket. Apalagi saat itu bakal ada penampilan dari penyanyi idolanya, Iwan Fals. Ketika hendak berangkat ke Sidoarjo, Rendra bertemu dengan tujuh teman yang lain. Mereka juga hendak mencari tiket konser.
Mereka memutuskan untuk mencari tiket secara rombongan. Sembilan orang berangkat dengan naik mobil Kijang. ”Saya duduk di jok bagian paling belakang,” kenang Rendra.
Namun, niat untuk menonton Iwan Flas gagal. Rendra bersama delapan rekannya mengalami kecelakaan. Mobil Kijang yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan tunggal di jalan layang Waru, Sidoarjo. Kecelakaan yang terjadi saat itu cukup parah. Satu rekan Rendra meninggal dunia. Rendra harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. ”Saya tidak terluka, tapi patah leher. Saraf-saraf mati,” jelas Rendra. Dia dinyatakan lumpuh.
Kejadian itu membuat bungsu dari tiga bersaudara tersebut terpukul. Apalagi setelah dokter memberi tahu bahwa sebagian besar bagian tubuh Rendra tidak bisa kembali digerakkan secara normal. Dalam dunia medis, cacat itu disebut tetraplegia. Hanya bagian leher ke atas yang normal
J
Setelah menjalani perawatan berbulan-bulan di rumah sakit, Rendra pulang. Namun, tim dokter tetap menyarankan Rendra untuk menjalani rawat jalan. Kuliahnya di Jurusan Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya) harus mandek.
Rawat jalan dilakoni Rendra hingga 2006. Ketika itu, keluarga belum menyerah untuk kesembuhan sang anak. Laksda TNI (pur) Sudaryanto, ayah Rendra, memutuskan untuk membawa Rendra berobat ke sebuah rumah sakit di Tiongkok. Bukan hanya itu, demi kesembuhan sang anak, Sudaryanto juga mengajukan pensiun dini sebagai asisten personel (aspers) KSAL untuk menemani Rendra berobat ke Tiongkok. ”Karena tidak bisa mencampuradukkan urusan keluarga dengan organisasi. Makanya saya memilih mundur. Itu adalah masa-masa yang sulit,” kata Sudaryanto.
Meski demikian, sakit yang dialami Rendra tak kunjung sembuh. Ke mana-mana Rendra harus tetap dibantu satu orang untuk mendorong kursi roda. Dia adalah Anen, 29, warga Lampung. Tetapi, keadaan itu tidak lantas membuat Rendra terus-terusan bersedih dan terpuruk. Sakit yang dideritanya dijadikan motivasi untuk terjun ke dunia usaha.
Usaha awal yang dia rintis adalah pembuatan studio foto dengan memanfaatkan kamar di rumah. ”Alhamdulillah, Allah itu sudah mengatur semuanya. Ibarat Rendra ini otaknya, Anen adalah kaki dan tangannya,” tambah Sudaryanto. Dari studio foto yang dirintis, Rendra mulai bisa menabung. Dia memutuskan untuk mendaftar kuliah lagi. Dia memilih Universitas Hang Tuah (UHT) pada 2007 dengan jurusan psikologi.
Namun, usaha studio yang dirintis tidak berjalan mulus. Berbagai guncangan bisnis mulai datang. ”Kamera kemalingan. Tapi, tidak apa-apa. Saya sudah terlatih kehilangan,” katanya. Studio foto tutup. Rendra terus berganti-ganti usaha karena gagal lagi. Akhirnya, dia memilih untuk berjualan kebab. ”Saya belajar masak lagi dengan keterbatasan,” tutur Rendra.
Usaha Rendra tidak sia-sia. Meski tantangan terus datang, warung yang dirintis bisa berkembang. Rendra pun mengembangkan bisnis dengan membuka jasa sablon kaus di rumah. Jasa sablon itu dia beri nama JSK Sablon.
Akhirnya, usaha Rendra berbuah manis. Berkat kegigihannya, order sablon dari berbagai komunitas tidak pernah sepi. Warung miliknya juga selalu ramai. Keberhasilan itu bukan hanya untuk Rendra. Tujuh pekerja juga menggantungkan hidup kepada Rendra di tempat usahanya. Bukan hanya itu. Karena pengalaman dan kegigihannya itu, Rendra juga kerap mendapat undangan dari berbagai kampus di Surabaya untuk menjadi dosen tamu.