Ayo Terlibat, Jangan Hanya Jadi Penonton
Label smart city yang disandang Surabaya tidak terlepas dari peran warga. Mereka gencar melakukan beberapa inovasi agar lingkungan di sekitarnya menjadi kawasan layak huni.
UNTUK memberikan apresiasi bagi masyarakat yang konsisten menerapkan konsep
smart city di sekitarnya, Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) bersama Jawa Pos menghelat program Surabaya Smart City (SSC).
SSC menjadi kompetisi yang akan melibatkan masyarakat Surabaya sepenuhnya. Mereka tidak hanya berlomba menjadi yang terbaik. Tapi juga secara tidak langsung diajak membangun daerah sekitarnya menjadi tempat yang lebih baik, kondusif, dan produktif.
Lebih jauh, SSC menjadi sarana untuk membiasakan masyarakat untuk selalu menerapkan smart economy, smart environment, dan
smart society dalam membangun kotanya. Beberapa pihak bakal terjun langsung sebagai juri. Di antaranya, DKRTH Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya, akademisi, serta praktisi.
Kepala Bappeko Surabaya sekaligus Plt Kepala DKRTH Eri Cahyadi menuturkan bahwa Surabaya merupakan salah satu kota destinasi untuk investasi. Oleh sebab itu warga Surabaya diharapkan tidak hanya menjadi penonton. Tetapi juga mengambil peran untuk menjadi bagian dari pembangunan Kota Surabaya.
”Pada penandatanganan kerja sama dengan investor atau pengusaha hotel di Surabaya, tertulis 40 persen pekerja di sana harus orang Surabaya. Selain itu, perlengkapan di hotel seperti sandal hotel, hiasan ruangan, atau bahan makanan juga wajib diambil dari UKM warga Surabaya,” ungkap Eri di Kelurahan Babat Jerawat pada Kamis (15/8).
Hal itu jadi celah seluruh kampung untuk memberdayakan produk buatan mereka. Tugas Pemkot Surabaya adalah memasarkannya termasuk ke hotel-hotel yang ada di Surabaya dan sekitarnya.
Indikator ekonomi itu juga yang menjadi salah satu penilaian SSC. Namun, lebih dari itu, SSC menilai dari faktor lain seperti perputaran ekonomi, interaksi warga, dan inovasi produk.
Kepala Bidang Kebersihan DKRTH Surabaya Agus Hebi Djuniantoro menuturkan akan melakukan sosialisasi hingga September nanti ke wilayah Surabaya barat, utara, timur, selatan, dan pusat. Dalam program itu juga dijelaskan oleh Hebi, terdapat beberapa indikator penilaian, misalnya kebersihan lingkungan, pencapaian target reduksi sampah, sanitasi, penghijauan, partisipasi warga, habit,
inovasi, dan circular economy.
Terdapat 154 kelurahan dengan total 1.405 RW yang turut menjadi peserta. Beberapa kategori bakal diperebutkan. Di antaranya, kampung pengelolaan sampah terbaik, kampung pengelolaan lingkungan hijau terbaik, kampung pengelolaan sanitasi terbaik, dan kampung pemanfaat energi alternatif terbaik. Ada pula kategori road show terbaik dan tim pendamping lingkungan terbaik.
Warga Suguhkan Jajanan Khas, Ajak Susuri Jejak Budaya Kelurahan Sono Kawijenan RW 02 menjadi salah satu jujukan dari rombongan DKRTH. Terdapat green house yang diisi dengan tanaman hidroponik dan berada di tengah permukiman warga. Lurah Sono Kawijenan Khatarina Evi Wahyuni menuturkan, tanaman hidroponik tersebut tak cuma untuk konsumsi masyarakat sekitar. Hasil panen yang melimpah membuat persediaannya cukup untuk dijual di pasar modern.
”Keuntungan dari penjualan digunakan untuk kelangsungan green house, jadi selalu ada perputaran,” ujarnya.
Hal serupa juga dilakukan oleh Kelurahan Simomulyo RW 07. Begitu memasuki area kampung tersebut, warga langsung menyuguhkan oteote dan puding. Keduanya terbuat dari hasil hidroponik berupa labu siam dan sawi untuk puding, serta kangkung untuk ote-ote.
Saat tim Pemkot Surabaya melakukan sosialisasi ke Kelurahan Sidotopo Wetan, berbagai kreasi warga juga ditemui. Di antaranya, RW 13 yang menghadirkan berbagai produk berbahan limbah plastik dan kain. Ketua RW 13 Saiful Huda menuturkan, warganya membuat bunga plastik yang dipajang di gang kampungnya.
”Kami juga mengolah berbagai makanan hasil racikan sendiri. Bahannya juga kami tanam sendiri. Seperti minuman herbal kerepis yang dibuat dari kemangi, serai, dan jeruk nipis. Ada pembuatan telur asin serta risol isi kemangi dan tongkol,” ungkapnya.
Tak hanya dalam hal produk, Dinoyo Gang II menyuguhkan budaya Jawa di kampungnya. Sebab, daerah itu memiliki kaitan erat dengan sejarah Majapahit. Semua yang berkunjung akan diajak menyusuri setiap sudut Dinoyo sekaligus mendapatkan cerita mengenai hubungan Majapahit dan kawasan Dinoyo.
Adi Candra, motivator lingkungan DKRTH Pemkot Surabaya mengungkapkan, yang dilakukan warga tersebut senada dengan tujuan SSC. Yakni, untuk menciptakan kampung yang sustainable atau berkelanjutan.
Suatu kampung diharapkan punya setidaknya satu produk unggulan. Semakin inovatif dan bernilai ekonomi tinggi, semakin tinggi pula nilai kampung tersebut dalam penjurian SSC.” ERI CAHYADI
Kepala Bappeko Surabaya, Plt Kepala DKRTH Kota Surabaya