Awalnya Atraksi untuk Iringi Para Pendekar
Kesenian ini melibatkan belasan orang. Saat tampil, wajah mereka ditutupi topeng berbagai hewan. Kesenian Bantengan yang Hidup di Desa Gadungan, Kecamatan Puncu
DESA Gadungan berada di Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri. Bagi daerah yang memiliki jumlah penduduk 15.840 orang tersebut, kesenian bantengan dan jaranan bukanlah hal yang asing.
Di daerah itu memiliki
30 kelompok kesenian bantengan dan jaranan.
Dari jumlah tersebut, 17 kelompok di antaranya sudah memiliki izin tampil dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kediri.
Bantengan adalah kesenian yang biasanya terdiri dari 10–15 orang. Kesenian tersebut diiringi dengan musik gamelan seperti gong dan kendang, seperti halnya jaranan dan barongan. Di setiap penampilan ada beberapa pria yang beraksi dengan menggunakan topeng macan, monyet, naga jadijadian yang berperan sebagai pengganggu bantengan. Satu orang berperan sebagai sesepuh yang membawa sepiring kuntum bunga melati. Selain itu, ada beberapa pria yang memegang pecut dan berperan sebagai pendekar. ’’Memainkan pecut ini tidak boleh sembarangan, pemecut yang baik, suara kibasannya akan menggelegar,’’ terang Sekretaris Desa Gadungan Herry Cahyono.
Desa Gadungan pernah memiliki prestasi pemecut terbaik di Tingkat Kabupaten pada 2016. Tentu, yang menjadi pusat perhatian adalah bantengan. Biasanya, ada dua bantengan. Setiap bantengan akan dimainkan oleh dua orang. Satu orang berperan sebagai kaki depan sekaligus memegang kepala bantengan.
Satu orang lagi berperan sebagai kaki belakang dan juga berperan sebagai ekor bantengan. Mereka akan ditutupi dengan kostum bantengan yang terbuat dari kain hitam dan topeng berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu dan tanduk asli banteng.
Saat iringan musik berbunyi, penampilan akan diawali dengan munculnya para pendekar yang membawa pecut. Setelah itu, para penari muncul dengan menggunakan topeng macan. Saat aksi tersebut, muncul dua banteng yang akhirnya justru bertarung.
Menurut Herry, awalnya, kesenian bantengan di Desa Gadungan ada sejak 1975. Saat itu, kesenian tersebut digunakan untuk mengiringi kirab pendekar pencak dor. ’’Arakan biasanya dimulai dari Nobo (Dusun Gadungan Timur). Waktu itu hanya ada satu kesenian bantengan,’’ terangnya.
Sampai akhirnya, perkembangan waktu, banyak masyarakat yang membentuk kelompok-kelompok kesenian bantengan. Bahkan, ujar Herry, di setiap dusun memiliki dua kesenian bantengan. ’’Mulai marak sekitar 2003,’’ sambungnya.Biasanya,bantenganakan tampil sebagai penutup kegiatan karnaval.
Melihat semakin banyak kelompok dan tampilan yang selalu dipadati penonton di setiap pertunjukan, warga desa membuat acara khusus dalam bentuk parade bantengan yang digelar setiap tahun. Tahun ini digelar pada 15 Agustus lalu.
Tak hanya itu, warga desa menyalurkan bantuan dana untuk pengoperasian. Tak lupa, pemerintah desa juga melembagakan kesenian bantengan itu dalam Surat Keputusan Kepala Desa Nomor 52015 tentang Pembentukan Paguyuban Kesenian Bantengan, Jaranan-Barong Purwo Waseso Desa Gadungan, Kecamatan Puncu.