Buruk, Kualitas Udara di Empat Provinsi
Jumlah Titik Panas Karhutla Menurun
– Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dan Sumatera berdampak memburuknya kualitas udara. Bahkan, di antara enam provinsi lokasi karhutla, hanya dua yang memiliki udara layak hirup dengan indeks partikulat (PM 2,5) di bawah 100. Yakni, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Data itu berdasar laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 18 Agustus 2019 pukul 09.00 WIB.
Saat ini karhutla telah merata di enam provinsi. Yaitu, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan udara paling tidak sehat dengan indeks partikulat 175. Diikuti Riau dengan indeks 130. Kalimantan Tengah mencatatkan indeks 112 dan Jambi 102. Sementara itu, udara di Kalimantan Selatan masih tergolong baik dan di Sumatera Selatan tergolong sedang.
Meski demikian, pantauan satelit dari laman Modis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) kemarin (18/8) pukul 20.30 WIB menunjukkan penurunan jumlah titik panas (hot spot) sebanyak 812. Sebanyak 275 titik di antaranya menunjukkan tingkat kepercayaan di atas 80 persen alias hampir pasti terbakar.
Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah Hartono mengungkapkan, untuk membantu warga Palangka Raya dan sekitarnya, pihaknya membagikan masker sejak akhir Juli lalu. ”Hingga hari ini (kemarin, Red) kami sudah membagikan total 5.000 masker. Sebanyak 4.000 di antaranya untuk dewasa. Kemudian, 1.000 masker untuk anak-anak,” jelasnya kepada
Jawa Pos kemarin.
Plh Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo menyatakan, per 18 Agustus asap memang tersebar merata di Kalimantan dan Sumatera. Meski demikian, sampai saat ini BNPB masih bertahan dengan jumlah armada pemadaman udara dan personel yang telah diturunkan di lapangan.
Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Raffles B. Panjaitan mengungkapkan, jika ditinjau dari jumlah hot spot, karhutla tahun ini tidak separah 2015. Namun, pada 2015, hot spot relatif terpusat di area tertentu. Nah, tahun ini hot
spot menyebar dalam ruang lingkup yang luas.
”Kondisi itu yang butuh kerja ekstra,” katanya.