Bayang-Bayang Sulitnya Ekonomi
AWAL pekan ini dua fasilitas kilang minyak (oil refinery) terbesar milik raksasa minyak Aramco diserang gerilyawan Houthi. Dalam pernyataannya, gerilyawan Houthi menyebut aksi itu sebagai balas dendam atas serangan Arab Saudi kepada mereka.
Bukan konflik bersenjatanya yang akan berimbas ke Indonesia. Melainkan efeknya terhadap ekonomi Indonesia. Abqaiq dan Khurais yang diserang adalah dua kilang Aramco dengan produksi 5,7 juta barel per hari. Sebagai perbandingan, produksi total tambang minyak di Indonesia 500 ribu barel per hari. Total kebutuhan Indonesia hanya 1,6 juta barel per hari. Artinya, produksi dua kilang tersebut sehari bisa menutup kebutuhan seluruh Indonesia selama hampir empat hari.
Kabarnya, serangan tersebut mengamputasi kemampuan produksi kilang hingga separonya. Ditambah dengan krisis distribusi minyak di Laut Mediterania antara Iran vs koalisi AS-Inggris, produksi dan distribusi minyak akan terganggu parah. Akibatnya, harga minyak diramalkan meroket hingga lebih dari USD 100 per barel. Padahal, dalam APBN 2019, pemerintah mengeluarkan asumsi harga minyak USD 70 per barel. Masih defisit USD 30 per barelnya. Angkanya sangat besar jika tiap hari rata-rata defisit impor BBM mencapai 1 juta barel.
Otomatis, itu akan mengacaukan anggaran subsidi. Tahun ini pemerintah menganggarkan subsidi BBM Rp 33,36 triliun, LPG Rp 72,32 triliun, dan listrik Rp 57,1 triliun. Tiga jenis subsidi yang berkaitan dengan minyak. Jumlah-jumlah itu pasti membengkak jika krisis berkepanjangan.
Belum lagi, situasi ekonomi dunia terus menurun di tengah perang global AS vs Tiongkok. Pengaruhnya mulai terasa dengan pelemahan rupiah dan menurunnya ekspor karena mesin ekonomi Tiongkok yang melambat. Juga terpukul karena ketatnya pintu masuk pabean AS. Ekspor turun, impor meningkat. Defisit neraca berjalan pasti akan terjadi.
Situasi di dalam negeri juga tak kalah pelik. Defisit BPJS makin lebar. Pemerintah juga berencana menaikkan cukai rokok. Jumlah perokok tak akan turun, tapi jumlah pembeli rokok cukai pasti menurun. Sebab, mereka berpindah ke tembakau linting dewe.
Karena itu, Presiden Jokowi dan tim ekonominya harus tepat menerapkan antisipasi dan langkah ekonomi. Bak bermain kartu, hampir semua kartu yang didapat kini sedang buruk. Namun, bukan berarti tak bisa bermain cantik dan lepas dari semua kesulitan. Bisa dimulai dengan memulihkan kepercayaan masyarakat terlebih dahulu. Kepercayaan yang baru saja terdebet hebat dengan keputusan revisi UU KPK.