Jawa Pos

DPR Ingin Ada Rapat Konsultasi

-

ANGGOTA Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP Nasir Djamil menyatakan, sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah menunda pengesahan. Sebab, pemerintah melalui Kemenkum HAM bersama DPR telah sepakat dalam rapat kerja pengambila­n keputusan tingkat satu Rabu lalu (18/9). ”Kami berharap presiden bersabar. Apakah permintaan penundaan itu disetujui DPR atau tidak, akan kami putuskan di rapat,” kata Nasir di Jakarta kemarin (21/9)

Menurut dia, penundaan suatu UU tidak boleh dilakukan karena tekanan pihak luar. Apalagi, kata Nasir, ada indikasi pihak asing ikut melakukan intervensi. Misalnya, soal pasal-pasal yang berhubunga­n dengan LGBT dan delik asusila lain seperti kohabitasi atau kumpul kebo. Pemerintah Australia, misalnya, mengeluark­an travel advice kepada warganya. ”Tentu harus ada rasionalis­asinya. Bukan emosi semata atau tekanan pihak luar,” tuturnya.

Politikus PKS itu mengklaim, panja dan pemerintah sangat hati-hati membahas pasal-pasal tertentu. Beberapa poin krusial, ungkap dia, telah dihapus.

Termasuk norma perzinaan di pasal 418 yang dibatalkan. Bunyinya: Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujua­n perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkar­i janji tersebut karena tipu muslihat yang lain dipidana penjara paling lama empat tahun. ’’Karena rentan mengkrimin­alisasi, pasal tersebut kami sepakati untuk dibatalkan,” ujar politikus asal Aceh itu.

Arsul Sani, anggota panja lain, menilai permintaan penundaan pengesahan RUU KUHP tidak menjadi persoalan. Namun, dia menggarisb­awahi, keputusan itu tidak bisa sepihak. Sikap presiden akan dirapatkan di internal DPR. ”Yang berwenang membahas UU kan DPR dan pemerintah. Kalau salah satu pihak tidak setuju, ya harus ditunda,” kata Sekjen PPP itu.

Meski begitu, lanjut dia, semangat RUU KUHP adalah mengusung restorativ­e justice. Yaitu, upaya untuk menyelesai­kan kasus pidana agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak. Baik bagi korban maupun pelaku. Dengan demikian, tidak semua kasus disanksi pidana penjara.

Dalam RUU KUHP, kata dia, muncul hukuman yang bersifat alternatif. Mulai kerja sosial hingga pengenaan sanksi denda. ”Tujuannya, mengurangi overcapaci­ty di dalam penjara. Supaya penjara tidak penuh,” jelasnya.

Dia menyangkal adanya pasalpasal kontrovers­ial. Dalam pembahasan RUU KUHP, pihaknya selalu menggunaka­n rumusan falsafah kenegaraan. Yaitu, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, HAM, dan asas-asas umum yang diakui bangsabang­sa beradab. ”Pancasila itu selalu kami gunakan,” tegasnya.

Arsul mencontohk­an penghinaan terhadap presiden. Itu merupakan suatu delik aduan yang menyerang harkat dan martabat presiden secara personal. Presiden mengirim surat kepada penyidik dan dibacakan di sidang pengadilan. ”Namanya penyeranga­n terhadap kehormatan. Kalau itu berkaitan dengan kritik kinerja, silakan,” ucapnya.

Demikian pula pasal 218 terkait contempt of court. Itu terkait dengan sidang tertutup atau off the record. Namun, pasal tersebut tidak berlaku untuk sidang yang bersifat terbuka. Indonesia, papar Arsul, juga mengatur living law yang berkembang di masyarakat. ’’Kita harus menghormat­i hak adat seperti yang diatur dalam konstitusi,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangk­an penundaan RUU KUHP. Menurut dia, pembahasan RUU tersebut sudah melalui proses yang panjang. Wacana mengubah KUHP warisan kolonial Belanda itu berlangsun­g sejak 1963. Setelah melalui diskursus, pada 1981 dibentuk tim kajian pembaruan KUHP. ”Ini prosesnya panjang sekali. Bayangkan seratus tahun lebih kita pakai KUHP warisan Belanda. Nah, semangat kita adalah keluar dari KUHP warisan kolonial ini,” kata Fahri.

Dia juga menegaskan bahwa presiden harus menggelar rapat konsultasi dengan DPR terlebih dahulu. ”Sebelum memutuskan untuk ditunda, sebaiknya presiden rapat dulu dengan DPR,” imbuhnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia