Jawa Pos

Puluhan Kota Terancam

-

Perubahan iklim yang mengakibat­kan pemanasan global bukanlah isapan jempol. Aktivis lingkungan berjuang agar kerusakan di bumi tidak kian parah.

RIBUAN warga memadati Manila Bay, Filipina, kemarin (21/9). Mereka bukanlah pengunjung yang hendak menikmati deburan ombak, melainkan para pencinta lingkungan yang bersiap bersih-bersih. Dengan mengenakan sarung tangan dan membawa karung besar, mereka bergerak cepat memunguti sampah.

Kemarin adalah peringatan Internatio­nal Costal Cleanup Day Ke-34. Total ada lebih dari 10 ribu orang yang terjun untuk membersihk­an Manila Bay. Perjuangan mereka cukup berat karena selama ini area tersebut dikenal penuh sampah. Selama ini sampah plastik memang menjadi masalah di negara-negara Asia Tenggara. Utamanya Filipina, Vietnam, dan Indonesia.

”Plastik berdampak pada kehidupan SHARMA/AFP laut karena mereka pikir itu adalah makanan,” terang Mae

Angela Areglado, salah seorang peserta, seperti dikutip Agence

France-Presse. Sudah tidak terhitung berapa kali ditemukan binatang laut dengan perut penuh sampah plastik di Filipina dan berbagai belahan bumi lainnya.

Aksi bersih-bersih sampah di pantai itu tidak hanya dilakukan di Manila, tapi juga di kota-kota lainnya di dunia. Aksi itu juga berbarenga­n dengan World Cleanup Day Ke-11, yaitu program membersihk­an lingkungan yang terpusat di jalanan.

Berdasar hasil laporan PBB tahun lalu, 79 persen plastik bekas berakhir di tempat sampah. Hanya ada sebagian kecil yang didaur ulang. Di antara 9 miliar ton plastik yang diproduksi di dunia ini, hanya 9 persennya yang berakhir di mesin daur ulang.

Sehari sebelumnya, jutaan orang juga memadati berbagai kota besar di dunia untuk menuntut perlindung­an terhadap lingkungan dan mencegah terjadinya perubahan iklim. Aksi yang diinisiato­ri Greta Thunberg itu dilakukan di 4.500 kota di 150 negara. Total ada lebih dari 4 juta orang.

Perubahan iklim adalah ancaman nyata. Mereka yang mengungsi karena perang masih mempunyai harapan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing. Namun, tidak demikian halnya dengan korban perubahan iklim.

”Ketika permukaan air laut naik, kami bicara soal migrasi tanpa opsi untuk kembali,” tegas Francois Gemenne, direktur Hugo Observator­y di Liege, Belgia.

Pakar lingkungan dan geopolitik tersebut menegaskan bahwa sejak 1900, permukaan air laut sudah naik 15–20 sentimeter. Itu adalah efek langsung dari perubahan iklim. Berdasar draf laporan Intergover­nmental Panel on Climate Change (IPCC), jika pemanasan global bisa ditekan hanya sampai 2 derajat Celsius di atas masa praindustr­i, permukaan air laut bisa naik hingga 0,5 meter. Sebagian kota di tepi

 ??  ?? PR BERSAMA: Pelajar di New Delhi, India, membawa spanduk dalam aksi mogok global terkait perubahan iklim Jumat (20/9).
PR BERSAMA: Pelajar di New Delhi, India, membawa spanduk dalam aksi mogok global terkait perubahan iklim Jumat (20/9).
 ?? JOHN MACDOUGALL/AFP ?? MENGHITUNG WAKTU: Demonstran berdiri di atas balok es dengan leher terhubung ke tali gantungan di Bradenburg Gate, Berlin, Jerman.
JOHN MACDOUGALL/AFP MENGHITUNG WAKTU: Demonstran berdiri di atas balok es dengan leher terhubung ke tali gantungan di Bradenburg Gate, Berlin, Jerman.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia