PASAL-PASAL KONTROVERSIAL
PASAL 281 DAN 282 (CONTEMPT OF COURT)
Rumusan pasal ini terlalu karet. Berpotensi mengekang kebebasan berpendapat. Pasal ini akan mudah menyasar pers, akademisi, hingga kelompok masyarakat sipil yang menyuarakan, menilai, atau mengkritik jalannya proses pengadilan.
PASAL 218 DAN 220 (PENGHINAAN TERHADAP PRESIDEN)
Pasal ini adalah warisan kolonial Belanda. Pernah dibatalkan melalui Putusan MK No 013- 022/PUUIV/2006 karena tidak relevan lagi dengan prinsip negara hukum dan negara demokrasi. Menghidupkan kembali pasal ini berarti membangkang pada konstitusi.
PASAL 240 DAN 241 (PENGHINAAN KE PEMERINTAH YANG SAH)
Juga warisan kolonial. Tidak sesuai lagi dengan prinsip negara demokratis. Sudah pernah dibatalkan dengan Putusan MK No 6/PUUV/2007. Saat masa penjajahan dulu, pasal ini sengaja diberlakukan terhadap rakyat Indonesia sebagai bangsa yang terjajah oleh Belanda.
PASAL 353 DAN 354 (PENGHINAAN KE LEMBAGA NEGARA)
Konvensi Hak Sipil dan Politik Komisi HAM PBB menyebutkan, negara tidak seharusnya melarang kritik terhadap institusi negara. Termasuk militer dan lembaga negara lainnya. Institusi yang menggunakan APBN untuk pembiayaan harus terbuka untuk dikritik.
PASAL 304 (PENODAAN AGAMA)
Rentan menimbulkan propaganda dan kebencian antar pemeluk agama.
PASAL 417 (DELIK ASUSILA)
Negara dinilai terlalu jauh mencampuri sesuatu yang privat. Delik aduan berdasar pengaduan orang tua dapat meningkatkan angka perkawinan anak. Rentan menimbulkan kriminalisasi dan pemerasan.
PASAL 419 (KOHABITASI ATAU KUMPUL KEBO)
Sebelumnya pengaduan hanya dapat dilakukan suami, istri, orang tua, dan anak. Kini diperluas, yang boleh mengadu kepala desa atau sejenisnya. Ini akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan overkriminalisasi.
PASAL 421 (PENCABULAN SESAMA JENIS, LGBT)
Penyebutan secara spesifik ”sama jenisnya” merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual yang semakin rentan untuk dikriminalisasi orientasi seksualnya.
PASAL 470 SAMPAI 472 (PEREMPUAN YANG MELAKUKAN ABORSI)
Dinilai diskriminatif terhadap perempuan. Kasus korban pemerkosaan yang melakukan aborsi kemudian dikriminalisasi berpotensi akan terus terjadi.
PASAL 604 SAMPAI 607 (TINDAK PIDANA KORUPSI)
RUU KUHP menurunkan ancaman pidana penjara menjadi minimal 2 tahun dan paling lama 20 tahun. Padahal, dalam UU Tipikor, pidana penjara minimal 4 tahun. RUU KUHP juga tidak mengenal pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.