Desak Asing Angkat Kaki dari Teluk
Respons Iran atas Provokasi AS
TEHERAN, Jawa Pos – Iran berang. Negeri itu siap menabuh genderang perang. Hal tersebut terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyetujui pengiriman pasukan tambahan untuk menyokong Arab Saudi. Presiden Iran Hassan Rouhani menegaskan, pasukan asing justru mengancam keamanan dan menyebabkan masalah negara-negara Teluk.
”Semakin jauh Anda dari negara dan wilayah regional kami, itu justru membuat kian aman,” tegasnya kemarin (22/9) dalam acara peringatan dimulainya perang Iran-Iraq 1980–1988.
Dalam peringatan tersebut, Iran juga menggelar parade militer. Negeri Para Mullah memamerkan persenjataan di darat, udara, dan laut. Di antaranya, sistem antimisil Khordad 3 yang berhasil menembak jatuh pesawat pengintai tanpa awak milik AS di Selat Hormuz Juni lalu. Juga ada sistem antimisil Bavar373 yang diklaim setara dengan S-300 milik Rusia. Dua senjata itu adalah buatan dalam negeri Iran. Kemampuan senjata-senjata tersebut jelas membuat AS ketirketir. Terlebih, kini Iran kembali melakukan pengayaan nuklir.
”Kami bukanlah seseorang yang melanggar perbatasanperbatasan negara lain, sama halnya dengan kami tidak akan mengizinkan orang lain melanggar perbatasan kami,” jelas Rouhani seperti dikutip AP.
Dia mengungkapkan, Iran akan memaparkan inisiatif perdamaian di wilayah Teluk pada acara United Nations General Assembly (UNGA) pada Selasa (24/9). Menurut dia, perdamaian di Selat Hormuz hanya bisa dicapai jika berbagai negara bekerja sama. Pemimpin 70 tahun itu tidak mengungkap lebih jauh rencananya.
Selat Hormuz memang penting. Seperlima arus pengiriman barang melewati selat yang membentang antara Iran dan Uni Emirat Arab (UEA) tersebut. Di selat itu pula serangan terhadap tanker-tanker minyak terjadi beberapa bulan lalu. Iran dituding sebagai pelakunya.
Hubungan Iran-AS kian panas setelah serangan di kilang minyak Abqaiq dan Khurais milik Arab Saudi 14 September lalu. Saudi menuding Iran dan pemberontak Houthi di Yaman sebagai dalang di balik serangan tersebut. AS mendukung Saudi dengan menyetujui pengiriman tambahan pasukan dan penjualan senjata ke Riyadh. Di pihak lain, Iran menolak mentah-mentah tudingan tersebut dan siap melawan dengan segala cara. Di meja perundingan atau medan peperangan.
Komandan Garda Revolusi Iran Mayor Jenderal Hossein Salami menegaskan bahwa dirinya mempersilakan negara mana pun yang ingin tanahnya menjadi medan pertempuran. Namun, dia mengancam bahwa tidak akan ada agresi terbatas. Sebab, Iran akan mengejar semua musuhnya tanpa kecuali.
Ancaman senada dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif. Dia tidak yakin perang pecah. Tapi, jika itu terjadi, bukan Iran yang memulainya. ”Saya yakin, siapa pun yang memulai perang tidak akan menjadi orang terakhir yang mengakhirinya,” ancamnya.
Javad yang tengah berada di New York, AS, untuk menghadiri UNGA menegaskan, penyelidikan independen akan memulihkan nama baik negaranya. Dia sekali lagi menampik tudingan bahwa Iran adalah dalang di balik serangan kilang minyak milik Saudi. Menurut Javad, setiap serangan ke luar harus mendapatkan persetujuan dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
”Serangan itu tidak berasal dari Iran karena pemimpin tertinggi tidak pernah memberikan persetujuan,” tegasnya.