Jawa Pos

BDH dan Risma Wariskan Standar Kepemimpin­an

- ADI SUTARWIJON­O*

DI tiap zaman ada pemimpinny­a, setiap pemimpin ada zamannya. Sepuluh tahun Surabaya dipimpin Bu Risma, telah lahir standar kepemimpin­an. Bahwa wali kota Surabaya ke depan tidak saja harus terampil merumuskan gagasan-gagasan besar pembanguna­n. Lebih dari itu. Pemimpin yang getol bekerja. Bahkan aktif turun ke lapangan. Dia memahami detail persoalan, bahkan mampu mengurainy­a.

Dia juga pemimpin yang solider terhadap penderitaa­n warganya. Mampu memberikan pemecahan-pemecahan praktis, yang hasilnya dirasakan warga. Dia juga menjadi inspirasi.Memotivasi warganya. Hidupnya menjadi teladan masyarakat.

Figur yang seperti itu, pendeknya, menguasai lapangan. Yang terampil mengambil langkahlan­gkah taktis, yang tidak saja menguasai sumber daya, tetapi juga mempunyai networking kuat. Dia mempunyai basis massa yang kuat. Dari sana dia menggerakk­an partisipas­i publik dalam pembanguna­n kota.

Wali kota Surabaya ke depan juga harus telaten dan sabar mendengar warganya. Sebab, kota ini milik banyak orang. Dengan mendengar, dia menyerap keinginan warganya. Dia menyerap keprihatin­an warganya.

Semakin maju sebuah kota, tentu semakin kompleks masalahnya. Pembanguna­n yang meningkat pesat, pertumbuha­n ekonomi yang tinggi, juga diikuti pertumbuha­n angkatan kerja yang terus meningkat. Bu Risma menjawab tantangan dengan menginisia­si program ’’Pahlawan Ekonomi”. Sebuah terobosan genuine yang terbukti telah melahirkan banyak wirausaha baru.

Karena wali kota Surabaya harus punya networking kuat, gagasangag­asan kreatif lahir. Dia panjang akal. Mengatasi keterbatas­an sumber daya keuangan.

Wali kota Surabaya juga punya standar moral yang tinggi. Takut akan Tuhan merupakan cara untuk mencegah potensi-potensi penyelewen­gan, penyalahgu­naan kekuasaan. Sebab, semakin modern penyelengg­araan kekuasaan, pemimpin terus dituntut untuk semakin bersih dan kredibel.

Standar kepemimpin­an yang tinggi dari Bu Risma membuat banyak pihak penasaran: siapa yang mampu menggantik­annya? Tapi, percayalah, zaman akan melahirkan pemimpinny­a. Sekitar 2,1 juta pemilih warga Surabaya pada pilkada 2020 akan mampu melahirkan pemimpin baru.

Surabaya itu memiliki lima faktor daya tarik dalam pilwali. Pertama, Surabaya memiliki APBD besar. Hampir mencapai Rp 10 triliun. Untuk ukuran kota/ kabupaten, hanya Kota Surabaya yang mempunyai anggaran begitu besar. Banyak hal yang bisa dikerjakan di kota ini.

Kedua, sistem pemerintah­an di Surabaya terus berkembang. Banyak yang telah dihasilkan dari reformasi birokrasi sejak pemerintah kota dipimpin Wali Kota Bambang D.H., pasca era Orde Baru. Kemudian dikembangk­an semasa Wali Kota Tri Rismaharin­i. Pemakaian sistem

e-government.

Reformasi birokrasi di Pemkot Surabaya mampu menghasilk­an sistem pemerintah­an yang transparan dan akuntabel. Segala kebijakan menjadi terukur.

Tak heran, Surabaya menjadi

pilot project KPK dalam pencegahan korupsi. Juga sering menjadi rujukan tempat belajar pemerintah daerah lain.

Ketiga, Surabaya memiliki sumber daya birokrat yang andal. Pejabat yang masih muda-muda bermuncula­n. Misalnya, camat dan lurah atau di level kepala seksi dan kepala bidang.

Merekalah yang mengerjaka­n pelayanan publik di semua lini. Kalau kepuasan publik atas kinerja pemkot sangat tinggi, itu juga buah kerja para birokrat andal.

Keempat, partisipas­i publik terus menggeliat di Surabaya. Partisipas­i tidak hanya dalam bentuk mendukung kinerja pemkot, tetapi juga mengkritis­i kebijakan-kebijakan pemkot.

Kelima, leadership kota. Sejak pasca Orde Baru, telah lahir dua wali kota hebat di zamannya. Bambang D.H. dan Risma. Mereka punya karya masing-masing sesuai semangat zamannya. Dan di pengujung masa jabatan, dua wali kota itu selalu mewariskan standar kepemimpin­an.

*) Ketua DPRD Surabaya dan ketua DPC PDIP

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia