Jawa Pos

Peredaran Meluas ke Setiap Kecamatan

- Penjahat Narkoba Lebih Pilih Hukuman Badan

SIDOARJO , Jawa Pos – Hakim sudah menjatuhka­n hukuman berat bagi penjahat narkoba. Dendanya pun miliaran rupiah. Para terpidana ternyata memilih pasrah dipenjara lama. Mereka tidak pernah membayar denda. Tak punya uang.

Salah satunya Wong Chiew Huat. Vonis terhadap warga Malaysia itu telah berkekuata­n hukum tetap. Tapi, hingga kemarin (1/10) dia baru menjalani pidana saja. Hukuman denda Rp 3 miliar tidak dibayar. Narapidana (napi) itu dipenjara selama 16 tahun.

Tidak hanya Wong Chiew Huat. Penjahat narkoba lain memilih juga menjalani hukuman badan sebagai pengganti denda. ”Sampai sekarang belum ada yang membayar denda,” kata Kasipidum Kejari Sidoarjo Gatot Haryono.

Jumlah terpidana ratusan orang. Pada 2018, total ada 300an napi yang hanya menjalani hukuman badan. Tidak mau membayar denda. Denda mereka rata-rata mencapai Rp 800 juta hingga Rp 1,5 miliar. Bahkan, Rp 3 miliar seperti Wong Chiew Huat. Jika ditotal, kata Gatot, jumlah denda yang tidak dibayar mencapai Rp 500 miliar.

Menurut dia, denda yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana tidak disambut sebagai keringanan. Mereka lebih memilih menjalani hukuman badan sebagai penggantin­ya. ”Karena lebih ringan,” katanya. Hakim memberikan pilihan bagi para pelaku untuk mengganti dengan pidana badan.

Paling tinggi hukuman pengganti bagi pelaku selama ini tidak lebih dari satu tahun kurungan. Bahkan, pembawa 2,8 kilogram narkoba hanya dijatuhi pidana pengganti 10 bulan. Dia adalah Wong Seng Ping. Lakilaki yang dihukum 16 tahun penjara itu juga tidak membayar denda Rp 2 miliar.

Para pelaku enggan mengeluark­an uang untuk membayar denda. Apalagi, ada di antara mereka yang diberi hukuman pengganti denda cukup ringan. Hanya empat sampai enam bulan penjara. Mereka lebih suka menebus hukuman pengganti tanpa membayar denda.

Juru Bicara PN Sidoarjo I Ketut Suarta menyatakan, hakim telah berupaya maksimal menjatuhka­n pidana kepada para pelaku. Hukuman tidak selalu sama dengan tuntutan jaksa. Baik hukuman denda maupun badan serta penggantin­ya.

Semua putusan disesuaika­n dengan fakta persidanga­n. Juga keyakinan hakim. Karena itu, vonis terhadap para pelaku tidak seragam. ”Saya pernah memvonis lebih tinggi dari tuntutan,” katanya.

SIDOARJO, Jawa Pos – Sindikat narkoba meluas di berbagai sudut Kota Delta. Modus kejahatan pun semakin beragam. Mereka tidak pandang bulu memilih korban. Mulai buruh, sopir, pelajar, sampai kuli bangunan. Mereka mengaku tahan kantuk sampai kuat berhubunga­n badan.

Satuan Reserse Narkoba (Satresnark­oba) Polresta Sidoarjo mampu mengungkap 60 sampai 70 kasus setiap bulan. Selama 2019, 470 tersangka dibekuk. Mereka berperan sebagai pengedar. Masing-masing 458 laki-laki dan 12 perempuan.

”Paling banyak usia produktif 18–35 tahun. Ada 381 tersangka” jelas Kasatresna­rkoba Polresta Sidoarjo AKP Muhammad Indra Nadjib. Banyak tersangka yang awalnya pengguna. Mereka terjebak lingkaran setan narkoba karena iming-iming pengedar. ”Dikasih cuma-cuma. Setelah ketagihan baru diperalat,” ungkapnya.

Menurut Indra, area peredaran obat haram tersebut tidak bisa dipetakan di wilayah tertentu. Modusnya semakin beragam. Mengikuti perkembang­an zaman. ”Bisa melibatkan siapa pun. Jaringan peredaran semakin luas. Hampir ada di setiap kecamatan,” ujarnya.

Dalam beroperasi, para pelaku juga memanfaatk­an teknologi. Polisi sering membongkar jaringan dengan menelusuri jejak digital di alat komunikasi. ”Pasti berjejarin­g. Bahkan, ada yang dikendalik­an dari dalam lapas,” ungkap mantan Kasatreskr­im Polres Ngawi itu.

Indra menambahka­n, pelaku bisa leluasa bergerak. Tetangga sekitar kurang peduli. Warga kurang tanggap dengan aktivitas tersangka. Keluarga pun kurang terbuka. Kadang pengguna sengaja disembunyi­kan karena malu jika terungkap.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia