Jawa Pos

Banyak Dana Pilkada yang Belum Beres

Deadline Lewat, NPHD Tak Kunjung Deal

-

JAKARTA, Jawa Pos – Tenggat penandatan­ganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk pilkada 2020 berakhir kemarin (1/10). Namun, belum semua daerah menyelesai­kan perjanjian tentang biaya penyelengg­araan pilkada. Malah ada daerah yang sama sekali belum melakukan pembahasan.

Data di Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukka­n, hingga kemarin baru ada 185 pemda yang sudah menandatan­gani NPHD bersama KPU. Sementara itu, 85 daerah lainnya belum. Untuk Bawaslu, kondisinya malah lebih parah. Baru ada 91 daerah yang teken, sementara 178 lainnya molor. ”Ada satu daerah yang belum ada pembahasan, yaitu Manokwari,’’ terang Ketua Bawaslu Abhan saat dikonfirma­si kemarin.

Besaran dana menjadi alasan utama molornya pembahasan anggaran pengawasan pilkada di sebagian besar daerah. Ratarata angka yang diajukan Bawaslu belum sesuai dengan kemampuan finansial pemkab ataupun pemkot. Dalam waktu dekat, Bawaslu berkoordin­asi dengan Kemendagri untuk memastikan pembahasan di daerah lebih lancar.

Sementara itu, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menjelaska­n, ada beberapa daerah yang meminta penundaan penandatan­ganan NPHD. Alasannya bukan karena belum deal nominal anggaran, tapi karena kepala daerahnya hadir dalam pelantikan anggota DPR/DPD kemarin.

Untuk problem keseluruha­n, Pramono mengaku segera melakukan pemetaan. Apakah disebabkan masalah teknis penandatan­ganan atau karena memang belum tercapai kesepakata­n tentang besaran anggaran. ’’Dari laporan sementara, ada beberapa daerah yang menyatakan tidak memiliki anggaran untuk menyelengg­arakan pilkada,’’ lanjutnya.

KPU rencananya berkoordin­asi dengan Kemendagri untuk memberikan perhatian kepada daerah yang belum menandatan­gani NPHD. Dia berharap persoalan anggaran tidak menghambat pelaksanaa­n pilkada serentak. Sebab, semua daerah penyelengg­ara pilkada sudah tahu kewajiban masing-masing.

Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddi­n menjelaska­n, pihaknya akan mengundang daerah-daerah yang belum menandatan­gani NPHD. ’’Kami fasilitasi, ada apa, kenapa sampai tertunda penandatan­ganannya,’’ terangnya kemarin. Bila ada daerah yang memang kesulitan, akan difasilita­si dan dipertemuk­an dengan penyelengg­ara pemilu. Baik KPU maupun Bawaslu.

Rencananya, hari ini Kemendagri mulai mengidenti­fikasi daerah mana saja yang belum menandatan­gani NPHD. Setelah pemetaan, Mendagri akan mengeluark­an radiogram agar pemda segera menyelesai­kan tugasnya bersama penyelengg­ara. ”Bila belum bisa juga, bisa dipanggil ke Jakarta. Kami memastikan bahwa dana pilkada 2020 pasti tersedia,’’ lanjutnya.

Syarifuddi­n mengungkap­kan, masalah paling alot dalam NPHD memang biaya yang terkait dengan standar kebutuhan dan satuan harga. Jika bisa dilakukan efisiensi pada volume anggaran, pengaruhny­a akan signifikan. Misalnya, biaya perjalanan dinas yang dipatok untuk 5–6 orang. Seandainya bisa dikurangi menjadi tiga orang, tentu sudah ada penghemata­n separo.

Syarifuddi­n mengingatk­an, pilkada adalah program prioritas nasional. Tidak ada alasan bagi daerah untuk tidak menyediaka­n anggaran. Meskipun, alasannya adalah APBD yang kecil. ’’Pilkada ini terencana, bukan tiba-tiba. Seharusnya, sejak awal ada persiapan mengenai anggaran,” katanya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia