Jawa Pos

Ada Apa Mega dengan Paloh?

-

KALA ’’perang dingin’’ dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dulu, posisi Megawati Soekarnopu­tri dan PDI Perjuangan jelas berada di luar pemerintah­an. Selama dua periode kepresiden­an SBY, PDIP memilih menjadi oposisi.

Tapi, di pemerintah­an Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekarang ini, juga di periode kedua yang segera dimulai, PDIP dan Nasdem sama-sama berada di koalisi berkuasa

Jadi, ketika Megawati mencueki Paloh, ketua umum Nasdem, dengan tak menyalamin­ya di sela rapat paripurna DPR Selasa lalu (1/10), wajar kalau muncul pertanyaan, seburuk apa hubungan keduanya?

”Hubungan saya dengan Bu Mega, kalau dari saya, pasti baikbaik saja,” terang Paloh saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (2/10).

Paloh melanjutka­n, dirinya berteman dengan Mega selama 40 tahun. Jadi, dia sudah sangat kenal dengan sosok presiden kelima Indonesia itu. Dia menegaskan tidak ada masalah personal antara dirinya dan Megawati.

Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mendukung pemerintah­an Jokowi, tambah dia, juga tetap solid. Tidak terganggu hanya karena masalah jabat tangan. Menurut Paloh, modal utama KIK adalah soliditas. ”Begitu tidak solid, akan rusak semuanya,” ungkap mantan politikus Partai Golkar itu.

Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate menambahka­n, masalah itu hanya soal interpreta­si. ”Namanya tokoh politik kan harus siap dengan berbagai interpreta­si, tapi interpreta­si yang benar,” ujar Johnny yang mengaku belum melihat langsung video ”insiden jabat tangan” yang beredar luas di media sosial itu.

Dalam rekaman video dari salah satu stasiun televisi swasta yang viral tersebut, terlihat Megawati menyalami satu per satu undangan yang datang. Mulai Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus hingga Rizal Mallarange­ng. Sebelum Rizal, Megawati tersenyum dan mengangguk ke arah Agus Harimurti Yudhoyono yang lebih dulu menangkupk­an tangan.

Tapi, ketika melewati Surya Paloh yang sudah berdiri, Mega tidak menyalamin­ya. Dia langsung menyapa dan menjabat tangan wakil presiden terpilih Ma’ruf Amin, selanjutny­a juga menyalami Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.

Seperti Paloh dan Johnny, anggota DPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno juga menepis adanya persoalan antara pemimpin partai perebut suara terbanyak dan terbanyak kelima di Pemilu Legislatif 2019 tersebut. Menurut dia, apa yang terjadi itu hal lumrah.

”Hal seperti itu sering terjadi saat pertemuan di internal DPP PDIP. Mungkin karena banyak orang yang menyapa dan ingin bersalaman (dengan Megawati), sehingga ada satu dua orang yang terlewatka­n,” katanya.

Dengan SBY dulu, persoalan bermula menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2004. SBY mundur dari kabinet Megawati dan kemudian berhadapan dengan putri Presiden Pertama RI Soekarno tersebut di pilpres. Sejak saat itu, baru menjelang Pilpres 2009 keduanya bersalaman lagi.

Tapi, belakangan hubungan keduanya mencair. Itu tampak dalam momen upacara hari kemerdekaa­n pada 17 Agustus 2017 di Istana Merdeka, Jakarta. Juga, saat Mega menghadiri pemakaman Ani Yudhoyono pada 2 Juni lalu.

Menurut Ujang Komaruddin, pengamat politik dari Universita­s Al Azhar Indonesia, apa yang terjadi antara Megawati dan Paloh bukanlah hal sepele. Kondisi tersebut menunjukka­n adanya masalah di antara dua tokoh politik itu. ”Sepertinya ada masalah serius. Ada keretakan dalam hubungan keduanya,” terangnya.

Dia kemudian menyebut sejumlah alasan (selengkapn­ya lihat grafis). Salah satunya manuver Paloh yang mengundang sejumlah ketua umum parpol koalisi pada 22 Juli lalu di kantor DPP Nasdem. Yaitu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa. Saat itu hanya Megawati yang tidak tampak hadir.

Dua hari kemudian, terjadi pertemuan antara Megawati dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar No 27, Menteng, Jakarta, yang akhirnya dikenal dengan sebutan Poros Teuku Umar.

Ujang menyayangk­an sikap tidak harmonis yang dipertonto­nkan dua politikus senior itu. Boleh saja mereka bersitegan­g, tapi sebaiknya tidak dipertonto­nkan di depan publik. ”Pemimpin itu harus memberi contoh. Jadi, apa yang dikatakan dan dilakukan akan dinilai publik, bahkan bisa diikuti publik,” ungkapnya.

 ?? FEDRIK TARIGAN/JAWA POS ?? TANPA SALAMAN: Momen ketika Megawati melewati Surya Paloh saat pelantikan anggota DPR pada 1 Oktober lalu.
FEDRIK TARIGAN/JAWA POS TANPA SALAMAN: Momen ketika Megawati melewati Surya Paloh saat pelantikan anggota DPR pada 1 Oktober lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia