Botol dan Tas Belanja pun dari Bambu
Penduduk Lachung, Sikkim, India, tak ingin kotanya tercemar. Sejak tiga tahun lalu, mereka menerapkan aturan yang melarang penggunaan plastik sekali pakai. Aturan itu juga berlaku untuk turis.
THUPDEN Lachungpa menghentikan mobil rombongan turis yang akan memasuki Lachung. Dengan sopan, dia meminta maaf karena mengganggu perjalanan mereka. Lachungpa lantas memaparkan tujuannya menghentikan mobil.
”Botol plastik sekali pakai dilarang di sini. Karena itulah, kami mengecek mobil kalian,” terang dia yang dibalas dengan anggukan beberapa penumpang di dalam mobil.
Kepada BBC, Lachungpa menceritakan bahwa larangan itu berlaku sejak 2017, ketika desa tersebut mulai jadi jujukan turis mancanegara. Para turis itu datang setelah pemerintah India membuka akses untuk berwisata ke Lachung.
Desa yang berada di wilayah Pegunungan Himalaya itu memang cantik. Lembahnya yang subur penuh bunga, sungai yang jernih, air terjun yang memukau, dan gunung di sekelilingnya membuat siapa pun yang melihat langsung jatuh cinta.
Lachung punya banyak julukan. Salah satunya Valley of Flower alias Lembah Bunga. Penjelajah Inggris Joseph Dalton Hooker dalam tulisannya yang berjudul The Himalayan Journal bahkan menyebut Lachung sebagai tempat terindah di Sikkim.
Keindahan itu membawa manfaat sekaligus petaka. Kedatangan turis dari berbagai penjuru dunia membuat roda perekonomian di Lachung bergulir. Namun, para turis itu juga menyisakan masalah. Mereka menyebabkan Lachung dipenuhi sampah.
Penduduk Lachung merasa resah karena banyak sampah plastik bertebaran. Padahal, mereka sangat memuja alam. Bagi penduduk Lachung yang tinggal di ketinggian 2.900 meter di atas permukaan laut itu, gunung adalah dewa penjaga.
Tak ingin hal buruk terjadi, para tetua yang tergabung dalam Dzumsa akhirnya membuat aturan baru. Tidak boleh lagi ada yang menggunakan plastik sekali pakai di desa tersebut. ”Kami telah berperang melawan penggunaan plastik sekali pakai,” tegas Lachungpa.
Turis yang ngotot membawa botol plastik akan didenda. Mereka yang menurut bisa memakai botol bambu yang dibikin penduduk. Warga juga rutin mengecek aliran sungai untuk mengambil plastik yang terbawa aliran air sungai. Mereka tak membuangnya begitu saja. Tapi, memanfaatkannya untuk pot hias dan berbagai hal lainnya.
Penduduk juga ikut berubah. Mereka tak lagi memakai barangbarang yang terbuat dari plastik. Penduduk ingin bebas dari plastik sepenuhnya karena bahan tersebut sulit diurai alam. Untuk berbelanja, orang-orang Lachung menggunakan keranjang anyaman bambu. Mereka juga tak lagi memakai blender. Penduduk beralih ke ulekan dari batu. Berbagai makanan juga disajikan di stoples yang terbuat dari bambu dan kayu yang diukir.
”Jika kita ingin berubah, perubahan itu yang pertama harus dimulai dari peralatan rumah tangga kita,” terang Lachungpa.
Berdasar laporan The Guardian pada 2017, satu juta botol plastik terjual setiap menit. Jumlah itu diprediksi naik 20 persen pada 2021. Itu hanya botol plastik, bayangkan berapa banyak sampah sulit terurai dari barangbarang plastik lainnya.
Lachungpa ingin desanya bisa menjadi contoh bagi wilayah lain di India dan dunia. Harapannya, bumi akan terjaga. Sebab, generasi selanjutnya juga layak mendapat lingkungan yang bersih. ”Kita hanya punya satu planet untuk tempat tinggal, mari menjaganya,” ajak Lachungpa.
Menjaga Alam, Warga Lachung Hindari Penggunaan Plastik