Johnson Tawarkan Proposal Final
LONDON, Jawa Pos – Come what may. Frasa tersebut keluar dari mulut politisi Konservatif, baik di sidang parlemen maupun konferensi partai. Mereka bersikeras ingin keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019, bagaimanapun caranya.
Kemarin siang (2/10) Boris Johnson menyampaikan pidatonya dalam puncak acara konferensi para Tory (politisi Konservatif ). Orasi pria 55 tahun itu penting. Sebab, setelah itu, dia bakal berbicara dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker via telepon. Isi pembicaraan mereka dikabarkan bakal menentukan masa depan Inggris.
”Kami akan mendengarkan perkataan Inggris dan mengajukan banyak pertanyaan. Setelah itu, kami akan beri tahu hasil pembicaraan ke parle- men Eropa dan negara anggota (Uni Eropa),” ujar Jubir Komisi Eropa Mina Andreeva kepada Agence France-Presse.
Media Inggris sudah memberitakan peristiwa tersebut. Kata mereka, inilah proposal final rezim Johnson. Jika Uni Eropa masih tak terima,
no deal (Brexit tanpa kesepakatan) adalah pilihannya. ”Ini bukanlah hasil yang kami inginkan. Tapi, kami siap,” ungkap Johnson menurut The Guardian.
Sebelum berbicara dengan Juncker, kekasih Carrie Symonds itu mengetes kelayakan proposalnya. Rumornya, dia sudah mendatangi Ketua Democratic Unionist Party (DUP) Arlene Foster. Partai dengan dukungan kuat di Irlandia Utara tersebut setuju dengan proposal yang ditawarkan.
Alasan besar yang membuat DUP menganggukkan kepala adalah isi kesepakatan itu mirip dengan proposal Theresa May. Yang membedakan, Johnson memberikan batas waktu pasti kapan Inggris lepas dari semua ikatan Uni Eropa. Dia memberikan waktu bagi Stormont Assembly, parlemen Irlandia, hingga 2025 untuk menentukan kebijakan perbatasan mereka sendiri.
”Kami akan menghormati perjanjian Good Friday. Tapi, saya pastikan tidak akan ada pengecekan di perbatasan Irlandia Utara,” ujar pria kelahiran New York, AS, tersebut.
Foster sendiri menolak berkomentar tentang proposal Johnson. Namun, dia memberikan sinyal positif. Dia menyatakan, DUP terus berkoordinasi dengan Konservatif untuk mencari solusi terbaik. ”Saya hanya berharap kami bisa mendapatkan kesepakatan yang bisa diterima Uni Eropa atau Britania Raya,” ucapnya.
Di sisi lain, kubu Uni Eropa sudah resah. Wakil Perdana Menteri Irlandia Simon Coveney menyatakan belum melihat detail proposal. Namun, dia menuturkan, intisari yang dilaporkan media jelas tidak cukup untuk memuaskan negara anggota di Eropa Barat. ”Kami rasa perjanjian Uni Eropa dan Inggris tidak hanya bergantung pada perbatasan di Pulau Irlandia,” tegasnya.
Pada hari yang sama dengan konferensi, parlemen masih sibuk mengadakan sesi pertanyaan untuk perdana menteri. Hanya, perdana menteri diwakili Menteri Luar Negeri Dominic Raab, sedangkan Ketua Buruh Jeremy Corbyn diwakili Diane Abbot.
Sesi tersebut lebih fokus untuk meruntuhkan sikap Johnson. Seperti diberitakan, parlemen Inggris sudah meloloskan aturan agar pemerintah mencari perpanjangan waktu jika proposal Inggris kembali ditolak. Seharusnya, mosi itu menghindarkan mereka dari kemungkinan Brexit tanpa kesepakatan.
Jullie Eliot, anggota parlemen Fraksi Buruh, menyatakan bahwa no deal bakal membawa dampak buruk bagi negara. ”Bahkan, konstituen saya yang mendukung untuk keluar dari Uni Eropa saja takut dengan no deal,” ungkapnya.